Pakar: 85 Persen Radikalisasi Lewat Media Sosial
Reporter
Antara
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 16 Mei 2018 15:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia Solahudin mengatakan media sosial mempercepat radikalisasi karena seseorang dapat terpapar pesan radikal dalam jumlah banyak dengan frekuensi tinggi.
Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap narapidana terorisme, 85 persen melakukan aksi teror hanya dalam rentang kurang dari satu tahun setelah terpapar radikalisme melalui media sosial.
"Kurang dari setahun dia sudah radikal. Media sosial penting. Kalau bicara radikalisasi, perannya cukup signifikan," ucap Solahudin dalam diskusi Forum Media Barat 9 di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018.
Dibandingkan dengan terpidana terorisme 2002-2012, mereka rata-rata mulai radikal dalam kurun waktu 5-10 tahun sejak pertama terpapar hingga melakukan aksi terorisme. Kelompok ekstremis, radikal, atau teroris di Indonesia, kata dia, memanfaatkan media sosial secara maksimal untuk radikalisasi.
Baca: Anggota Jamaah Ansharud Daulah di Bekasi Ini 4 Bulan Diintai ...
Namun, khusus di Indonesia, penggunaan media sosial oleh kelompok tersebut hanya untuk radikalisasi, sementara perekrutan tetap menggunakan metode tatap mata atau pertemuan langsung. "Di Indonesia, radikalisasi melalui media sosial, proses rekrutmen terjadi offline, tatap muka. Tidak lewat dunia maya proses rekrutmennya," ujar Solahudin.
Dari 75 narapidana terorisme yang ditemuinya, hanya 9 persen yang mengatakan bergabung kelompok ekstremis melalui media sosial.
Sebagian besar, Solahudin melanjutkan, direkrut melalui forum keagamaan yang sulit dicegah karena di Indonesia mempunyai kebebasan berekspresi dan berorganisasi.
Alasan lain rekrutmen di Indonesia melalui pertemuan langsung adalah kelompok teroris tidak percaya pada proses rekrutmen secara daring karena tidak dapat memastikan kebenaran identitas.
Masyarakat pun diimbau melaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika atau langsung kepada platform media sosial apabila menemukan akun atau konten yang berkaitan dengan terorisme dan meresahkan.
ANTARA