OJK Sebut Sejumlah Alasan Investor Asing Tertarik Investasi di RI
Reporter
Zara Amelia
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 17 Maret 2018 17:35 WIB
TEMPO.CO, London - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melebarkan peluang untuk menarik para investor asing melakukan investasi, terutama di bidang infrastruktur. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kurangnya dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur menjadi salah satu alasan untuk menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia.
“Skema pembiayaan campuran atau blended finance menjadi alasan yang menarik bagi investor untuk membiayai pembangunan infrastruktur Indonesia,” kata Wimboh kepada seratus investor asal Inggris Raya dalam acara The Indonesia Infrastructure Investment Forum 2018 di London, Inggris, Jumat, 16 Maret 2018.
Baca: Indonesia Disebut Negara Tujuan Investasi Terbaik Kedua di 2018
Saat ini terdapat 245 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang digarap oleh pemerintah, termasuk di dalamnya 37 proyek prioritas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mengucurkan dana sebesar US$ 17,5 triliun yang setara dengan Rp 240,6 triliun. Jumlah itu hanya sepuluh persen dari total pendanaan pembangunan infrastruktur Indonesia yang mencapai US$ 181,6 triliun atau setara dengan Rp 2.471 triliun.
Sementara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendanai 39 persen atau US$ 71,8 triliun yang setara dengan Rp 987,3 triliun biaya perkembangan infrastruktur. Dana paling banyak dikucurkan melalui skema filantropi atau Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) hingga 51 persen atau senilai US$ 92,4 triliun setara dengan Rp 1.270,9 triliun.
Untuk 37 program prioritas, Pemerintah menganggarkan dana senilai US$ 164,2 triliun setara Rp 2.257,9 atau 90 persen dari total dana infrastruktur yang dibutuhkan. Dana tersebut direncanakan berasal dari skema KPS atau skema pembiayaan campuran.
Menurut Wimboh, investasi pembangunan infrastruktur di Indonesia juga turut membantu upaya dalam memenuhi tujuan rencana pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs) oleh Indonesia bersama ratusan negara Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya. mengurangi perubahan iklim. Pembangunan infrastruktur Indonesia juga sesuai dengan komitmen upaya mengurangi perubahan iklim sesuai Perjanjian Paris.
Jumlah dana yang berasal dari filantropis yang luar biasa banyak, kata Wimboh, dipertuntukkan mendorong SDGs. "Serta mendukung upaya melawan perubahan iklim untuk negara berkembang, termasuk Indonesia,” ucapnya.
Wimboh menuturkan, investasi ini terutama akan menarik para investor jangka panjang. Situasi moneter Indonesia yang menerapkan suku bunga rendah mendorong investor jangka panjang untuk mengeruk hasil investasi yang lebih tinggi lewat alternative investment.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan skema pendanaan infrastruktur yang bersumber dari filantropi bisa saja dilakukan. Hal tersebut sudah pernah dilakukan di Indonesia.
"Mereka (filantropis) memiliki ketertarikan masing-masing. Ada filantropis yang ingin masuk (investasi) pada masalah kesehatan, infrastruktur yang dikaitkan dengan climate change, itu bisa saja ditampung," ujarnya pada akhir Oktober 2017 lalu.