Apersi: Generasi Milenial Tak Mungkin Punya Rumah di Jakarta
Reporter
Chitra Paramaesti
Editor
Dewi Rina Cahyani
Jumat, 9 Maret 2018 13:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Edi Ganefo mengatakan sudah tidak ada lagi properti untuk generasi milenial, yang penghasilannya di bawah Rp 7 juta. “Yang tersedia hanya di luar Jakarta,” katanya saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 Maret 2018.
Edi menuturkan nantinya banyak transportasi massal yang dapat menghubungkan Jakarta dengan kota-kota pendukungnya. Menurutnya, properti di daerah satelit, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, masih tersedia untuk orang-orang yang berpenghasilan di bawah Rp 7 juta.
Di daerah-daerah tersebut, kata Edi masih tersedia rumah-rumah yang disubsidi pemerintah. Sehingga orang dengan penghasilan di bawah Rp 7 juta dapat memiliki properti. “Cara mendapatkannya gampang, asal belum pernah punya rumah dan berpenghasilan tetap,” tuturnya.
Edi berujar sudah tidak ada lagi properti dengan harga di bawah Rp 200 juta. Karena itu, dia menyarankan generasi milenial yang ingin memiliki rumah tapi berpenghasilan di bawah Rp 7 juta membeli properti di kota satelit Jakarta. “Kalau mau beli rumah di Jakarta, penghasilannya harus di atas Rp 7 juta,” ujarnya.
Baca: Kenapa Timur Jakarta Disebut Diincar Investor Properti di 2018?
Rajin menabung merupakan salah satu solusi yang diberikan Edi untuk generasi milenial, yang ingin memiliki rumah. Dia menjelaskan tabungan yang besar dapat mempengaruhi angka cicilan properti yang harus diangsur setiap bulan.
Edi mengatakan pemerintah harus membuat sebuah aturan agar tanah tidak dikuasai segelintir orang. Dia mengatakan monopoli tanah menyebabkan melambungnya harga properti di Ibu Kota. “Antisipasi itu harus dilakukan agar harga tanah tidak melejit melebihi kenaikan penghasilan masyarakat,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan generasi muda Indonesia akan makin kesulitan membeli properti. Sebab, pertumbuhan pendapatan lebih lambat dibanding pertumbuhan harga properti.