Marak Kecelakaan Kerja, Pengamat: Pemerintah Dikejar Target
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Dewi Rina Cahyani
Sabtu, 24 Februari 2018 16:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Masyarakat Konstruksi Indonesia Harun Alrasyid Lubis menilai ada bias optimisme dalam proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pendapat ini dia kemukakan seiring dengan maraknya kecelakaan kerja dalam proyek infrastruktur selama setengah tahun belakangan.
"Ini besar pasak daripada tiang, kemudian timbul bias optimisme, karena target yang sebenarnya tidak akan tercapai," kata Harun dalam diskusi "Proyek Infrastruktur: Antara Percepatan dan Pertaruhan" di Cikini, Jakarta, Sabtu, 24 Februari 2018.
Harun mengatakan ada persoalan yang sifatnya manajerial dalam berbagai kecelakaan konstruksi tersebut. Dia berpendapat terlalu mencolok jika belasan kejadian konstruksi sejak Agustus tahun lalu murni kecelakaan.
Harun menilai perusahaan badan usaha milik negara yang menjadi kontraktor mendapatkan penugasan yang terlalu besar, sedangkan target yang ada terhitung mepet. "Saya menduga dengan perencanaan yang begitu overloading, giant, kemudian dilakukan penugasan kepada kontraktor yang PMN-nya juga terbatas. Saya yakin mereka under pressure," kata Harun.
Berbagai pendapat ihwal proyek infrastruktur ini marak diungkapkan sejumlah pihak belakangan ini menyusul ambruknya bekisting pierhead milik PT Waskita Toll Road di jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung-Melayu (Becakayu) pada pukul 03.00, Selasa, 20 Februari 2018. Sebelumnya, ada tiga proyek lainnya milik Waskita yang juga mengalami kecelakaan kerja, yakni ambruknya girder jalan tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi) pada 22 September 2017, girder jalan tol Pasuruan Probolinggo pada 29 Oktober 2017, dan girder jalan tol Depok Antasari (Desari) pada 2 Januari 2018.
Hari ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian BUMN menggelar rapat terkait dengan kecelakaan itu. Pemerintah akhirnya sepakat menghentikan sementara proyek tersebut untuk evaluasi menyeluruh baik dari desain, metodologi kerja, SOP, dan peralatannya.
Selanjutnya, evaluasi dari Komite Keselamatan Konstruksi akan diberikan langsung kepada kementerian pemegang proyek, yakni Kementerian BUMN.