Generasi Milenial Dorong Perusahaan Pindah Kantor ke Area CBD
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 3 Januari 2018 22:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Konsultan Properti Savills Indonesia memprediksi bakal ada perpindahan kantor ke kawasan Central Business District (CBD) dalam beberapa tahun ke depan. Tren yang salah satunya didorong oleh permintaan generasi milenial ini akan terjadi meskipun perkembangannya masih lambat.
Kepala Departemen Riset Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan kondisi ini akan membalikkan tren yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan. Pasalnya sejak 2005 lalu, perusahaan yang sebelumnya berkantor di CBD justru berpindah ke non-CBD dengan alasan tarif sewa yang lebih murah.
Baca: 3 Sebab Generasi Milenial Sulit Memiliki Properti di Usia Muda
Selain itu, perubahan generasi juga turut mempengaruhi referensi ke depannya. Dia mencontohkan sebelumnya banyaknya perpindahan perusahaan migas dari pusat kota ke selatan, seperti kawasan TB Simatupang, dikarenakan rata-rata pimpinan perusahaan didominasi oleh kalangan baby boomer, yang lebih memilih lokasi kantor yang dekat dengan fasilitas pendidikan serta mempertimbangkan kualitas lingkungan perumahannya.
Anton melanjutkan saat ini pesatnya pertumbuhan generasi milenial dengan referensi yang berbeda mulai menyebabkan tingginya tingkat kekosongan kawasan perkantoran di pinggiran kota (non-Central Business District/CBD). Apalagi, kata dia, kalangan milenial akan merajai struktur perusahaan ke depannya.
“Generasi milenial, mereka maunya urban lokasi, tengah kota, yang aksesnya mudah, untuk dicapai dan dekat dengan fasilitas makan, olahraga, belanja, dan lain-lain. Semua itu yang paling cocok adalah tengah kota," ujar Anton seperti dikutip dari hasil risetnya, Senin, 1 Januari 2018. "Sehingga ada tren relokasi dari CBD ke non CBD, itu bisa berubah lagi ke CBD."
Referensi generasi milenial ini juga sejalan dengan rencana pemerintah, yang membangun transportasi terintegrasi hunian dan tempat kerja di pusat kota melalui Mass Rapid Transit (MRT) dan TOD. Selain itu upaya perusahaan untuk membujuk karyawan pindah ke pingir kota juga bukan perkara mudah.
Pasalnya, menurut Anton, perpindahan kantor berarti karyawan itu juga harus berpindah rumah, sekolah anak, dan fasilitas lainnya. “Kecuali dengan CBD di pusat kota, karena semua fasilitas lebih mudah. Maka relatif lebih mudah untuk memindahkan kantor ke CBD dibandingkan ke CBD di pinggir kota."
Sepanjang 2017, data riset Savills Indonesia menyebut bahwa tingkat kekosongan gedung-gedung perkantoran di kawasan non-CBD masih dalam tren penurunan. Sebab, beberapa perusahaan yang semula berpindah dari CBD ke non CBD, kembali berbalik ke kawasan CBD.
Di sisi lain, kondisi perekonomian justru sedang tidak menggairahkan yang membuat banyak perusahaan menahan ekspansi, termasuk untuk menambah luas perkantoran mereka. Sehingga, pertumbuhan tingkat kekosongan di kawasan non-CBD meningkat.
Tercatat tingkat penyerapan di kawasan non CBD hanya 79 ribu meter persegi atau lebih kecil dari daerah CBD. Sehingga tingkat kekosongan non-CBD lebih tinggi mencapai 24,2 persen, sedangkan CBD hanya 21,5 persen.
Secara total, Anton menuturkan, jumlah pasokan baru dari perkantoran kawasan non-CBD sebanyak 151 ribu meter persegi. Hal ini membuat total pasokan keseluruhan mencapai 2,7 juta meter persegi. Namun yang digunakan hanya 79 ribu meter persegi dengan yang terisi hanya 85,5 ribu meter persegi.
Akibat dari permintaan generasi milenial itu juga, dari sisi harga, tarif sewa perkantoran non-CBD menurun sekitar 1,3 persen per bulan dan kawasan CBD turun 6,4 persen. Secara keseluruhan, dua kawasan ini turun harganya karena memang tingkat keterisiannya rendah.