Pengusaha Hotel Merasa Terancam, Minta Airbnb Dibekukan
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 23 November 2017 20:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukmandani meminta pemerintah membekukan bisnis penyewaan kamar nonhotel berbasis aplikasi seperti Airbnb. Dia menyatakan praktik bisnis seperti ini turut mengancam industri hotel di Indonesia. "Itu menggerus okupansi hotel," kata dia di Jakarta Convention Center, Kamis, 23 November 2017.
Hariyadi mengatakan dia tidak mempermasalahkan konsep bisnis sharing economy seperti yang diusung oleh Airbnb selama regulasinya adil. Pasalnya, menurut Hariyadi, selama ini perusahaan aplikasi sharing economy seperti Airbnb tidak pernah mendapatkan regulasi yang jelas dari pemerintah.
"Hotel waktu berdiri saja harus membikin amdal. Mengikuti aturan regulasi dari pemda, pemerintah pusat, dan sebagainya. Kita juga harus membayar pajak baik bagi pusat atau daerah. Terus tiba-tiba ada yang tadinya enggak jualan sama sekali tahu-tahu ikut jualan. Kan itu tidak fair," kata dia.
Hariyadi menambahkan, dengan adanya model bisnis sharing economy seperti Airbnb, permintaan dan penawaran antara kamar hotel dan wisatawan tidak dapat diprediksi. "Kalau yang hotel berbintang kan jelas 290 ribu kamar, yang nonbintang menurut data BPS 285 ribu kamar. Nah, kalau yang dari sharing economy kan kita tidak pernah tahu," kata dia. Menurut dia, hal tersebut dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat di industri perhotelan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Hariyadi meminta kepada pemerintah membuat regulasi tentang praktik sharing economy seperti yang dilakukan Airbnb. Namun Hariyadi mengaku, dia pesimistis hal itu bisa terwujud karena mayoritas penyedia aplikasi sharing economy didominasi pemain asing seperti Airbnb. "Kalau asing gimana mau diajak bicara," kata dia.
Hariyadi menambahkan, hingga saat ini PHRI belum membuka pembicaraan tentang pengendalian model bisnis sharing economy kepada pemerintah. Alasannya, kata Hariyadi, PHRI kini tengah berfokus untuk mengadukan praktik agen travel online (online travel agent/OTA) asing kepada Kementerian Keuangan, khususnya kepada Direktorat Jenderal Pajak tentang pelimpahan tanggung jawab PPh 26 yang menurut Hariyadi harus dibayarkan oleh OTA asing. Namun untuk ke depannya, Hariyadi memastikan permasalahan tentang model bisnis sharing economy akan diadukan ke pemerintah. "Pasti akan ke sana," katanya.
ERLANGGA DEWANTO | DEWI RINA