TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Aviliani mengatakan di tengah melambatnya ekonomi global, pemerintah mesti menaruh perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Menurunnya harga komoditas berdampak besar terhadap daerah-daerah yang mengandalkan barang mentah untuk di ekspor.
"Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi angka pertumbuhan ekonominya menurun," kata Ekonom Universitas Indonesia dan INDEF ini dalam diskusi Peluang Perbaikan Ekonomi Indonesia di kantor IKA UII, Jakarta, Sabtu, 21 November 2015.
Jika tidak segera diantisipasi, dia melanjutkan, bukan tidak mungkin angka pengangguran akan makin meningkat pada tahun depan. Potensi kenaikan pengangguran masih mungkin terjadi lantaran lemahnya penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan. "Pemerintah harus menangkal angka pengangguran di daerah, terutama yang mengandalkan komoditas," ucap Aviliani.
Tercatat angka pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada 2014 mencapai 4,7 persen. Memasuki triwulan I 2015 turun ke 3,5 persen, triwulan II berada di 2,9 persen, dan triwulan III di 3,0 persen. Bahkan di Kalimantan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 -0,4 persen sedangkan pada 2014 ada di angka 3,2 persen.
Hal sebaliknya terjadi di Bali dan Nusa Tenggara. Angka pertumbuhan ekonomi di dua daerah itu malah naik. Pada 2014 tercatat pertumbuhan berada di 5,9 persen dan di triwulan I 2015 naik ke 8,9 persen. "Ini karena Bali dan Nusa Tenggara mengandalkan pariwisata. Mereka diuntungkan dengan kebijakan bebas visa beberapa waktu lalu," kata Aviliani.
Dalam jangka pendek, lanjut Aviliani, sektor pariwisata bisa menjadi solusi. Di sisi lain, semakin banyak wisatawan yang datang devisa pun akan bertambah. Sementara untuk jangka menengah, pemerintah harus bisa mengoptimalkan transfer dana daerah, khususnya dana desa. Aviliani mengatakan keberadaan dana desa bisa menekan angka kemiskinan.
Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter Bank Indonesia Yudha Agung menilai penurunan harga komoditas pada 2015 mencapai 15 persen. Situasi yang tidak berbeda masih akan dialami pada tahun depan. Ia memprediksi penurunan harga komoditas sebesar sembilan persen. "Saya berharap pemerintah bisa menggenjot belanja modal pada 2016," kata Aviliani.
ADITYA BUDIMAN