Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jalan Terjal Industri Kecil Mengurus Sistem Legalitas Kayu

image-gnews
Pekerja membuat mainan edukatif yang terbuat dari kayu di industri rumahan Malva Kayla Toys, Condet, Jakarta, Sabtu (5/5). TEMPO/ Agung Pambudhy
Pekerja membuat mainan edukatif yang terbuat dari kayu di industri rumahan Malva Kayla Toys, Condet, Jakarta, Sabtu (5/5). TEMPO/ Agung Pambudhy
Iklan

TEMPO.CO, Banyuwangi - Suara mesin kayu menderu-deru di bengkel UD Oesing Craft, Banyuwangi, Jawa Timur. Di depan mesin yang berputar cepat itu, Sholah merapatkan sebuah mangkuk dari kayu saman. Hanya mengenakan masker, pemuda itu mengabaikan serbuk kayu yang berterbangan di depan matanya. Kurang dari lima menit, seluruh permukaan mangkuk yang tadinya kasar, kini telah halus.

Setiap harinya Sholah harus menghaluskan 150 mangkuk kayu berukuran genggaman tangan orang dewasa itu. Selain Sholah ada 19 karyawan lainnya yang berkutat dengan tugasnya masing-masing di bengkel UD Oesing Craft, Jl Brawijaya, pertengahan Agustus 2015. “Satu mangkuk saya dibayar Rp 450,” kata Sholah yang sudah bekerja selama 1,5 tahun.

Kesibukan UD Oesing Craft meningkat dalam setahun terakhir ini setelah mereka mampu ekspor sendiri produknya ke Jepang. Mereka memproduksi lebih dari 25 item kerajinan berbahan kayu mulai dari kayu akasia, jati, mahoni, saman, kelapa dan asam. Kayu-kayu itu diproduksi menjadi piring, talam, mangkuk, sendok, wadah buah, dan sebagainya.

Pemilik UD Oesing Craft, Bambang Haryono, mengatakan setiap bulannya mengirimkan 30-40 ribu unit produknya ke perusahaan Mitsubishi di Jepang. Pesanan juga datang dari sejumlah negara di Eropa seperti Spanyol dan Swiss, serta negara tetangga, Malasyia dan Singapura. Omzetnya antara Rp 100 juta – Rp 200 juta per bulan. “Pesanan ke Eropa tidak rutin, sekitar dua bulan sekali,” kata Bambang.

Menurut Bambang  saat ini dia terpaksa menutup order karena sudah kewalahan mengerjakan pesanan yang ada. Permintaan produknya terus berdatangan dalam enam bulan terakhir, semenjak industri kecil menengah yang dia geluti mengantongi Deklarasi Ekspor.

UD Oesing Craft adalah salah satu dari dua industri kecil menengah di Banyuwangi yang menggunakan DE untuk ekspor. Deklarasi Ekspor adalah dokumen sementara bagi industri kayu yang belum memiliki Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Namun Deklarasi Ekspor hanya bisa dipakai hingga akhir 2015. Selanjutnya, per 1 Januari 2016 seluruh industri kecil kayu harus memiliki SVLK.

SVLK berlaku mulai 1 Januari 2015 sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014. SVLK adalah suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan atau legalitas kayu serta ketelusuran kayu melalui sertifikasi pengelolaan hutan dan sertifikasi legalitas kayu. SVLK diberlakukan secara wajib bagi semua kegiatan unit usaha kehutanan, baik di hulu maupun hilir, serta pemilik hutan hak.

Pemerintah kemudian memberlakukan Deklarasi Ekspor karena hingga awal 2015 baru ada 1.300-an dari sekitar 3.700 perusahaan yang mempunyai sertifikasi legalitas kayu. Industri kecil bisa mengajukan Deklarasi Ekspor dengan ketentuan memiliki TDI (Tanda Daftar Industri) atau IUI (Izin Usaha Industri) dengan nilai investasi kurang Rp 10 miliar serta memiliki ETPIK (Eksportir Terdaftar Produksi Industri Kehutanan).

Bambang yang merintis usaha sejak 1985 ini memakai Deklarasi Ekspor karena kesulitan mengurus SVLK. Dia bercerita baru mengetahui SVLK pada 2014 dari internet. Karena belum berbadan usaha, Bambang pun mengurus segala perizinan dari nol. Dia mendirikan usaha dagang, mengurus izin mendirikan bangunan dan izin gangguan (HO).

Setelah menyelesaikan perizinan, UD Oesing Craft yang sebelumnya ekspor lewat agen, mulai mengirim produknya sendiri ke Jepang. Saat itu, SVLK belum resmi berlaku sehingga ekspornya tetap lancar. Menjelang 2014 berakhir, Bambang mulai serius mengurus SVLK. Dia melengkapi perizinan lain sesuai syarat seperti Surat Izin Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, dokumen lingkungan dan NPWP.

Satu bulan menyerahkan berkas ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Banyuwangi ternyata tak kunjung rampung. Bambang pun mulai tak sabar. Setelah mendatangi BPPT berulangkali tanpa hasil, dia terpaksa mengeluarkan kocek jutaan rupiah demi mempercepat perizinan. Hasilnya, dokumen yang dibutuhkannya rampung dalam waktu sepekan. Jika dihitung total, dia memperkirakan, mengeluarkan kocek hampir Rp 20 juta untuk mengurus seluruh perizinan lokal. “Terpaksa saya bayar karena harus cepat-cepat ekspor,” kata pria berusia 48 tahun ini.

Masalah tidak selesai di situ. Menurut Bambang, sesuai Permen LHK P.96/2014, industri kecil dikenai tarif sekitar Rp 10 juta untuk biaya penerbitan sertifikat legalitas kayu. Selain itu, belum ada standar waktu kapan sertifikat diterbitkan setelah industri kecil menengah memasukkan permohonan. Padahal, dia harus segera mengirimkan barang untuk tetap menjaga kepercayaan buyer. “Kami pun juga harus menggaji karyawan,” katanya.

Namun Bambang akhirnya bisa menghela napas lega karena pemerintah memberikan jalan keluar berupa Deklarasi Ekspor. Mengingat tenggat Deklarasi Ekspor yang akan berakhir empat bulan mendatang, Bambang pun saat ini kembali sibuk mengurus SVLK. “Semoga kali ini lancar,” harap suami Ni Made Utari ini.

Bambang Haryono barangkali lebih beruntung karena omzet usahanya lebih besar dan melek internet. Sehingga informasi mengenai SVLK ia ketahui lebih dini dan bisa memenuhi persyaratan. Kenyataan pahitnya, mayoritas industri kecil menengah berbahan kayu di Banyuwangi tidak seberuntung milik Bambang. Data dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan setempat, dari 175 industri kayu hanya satu yang memiliki SVLK dan dua lainnya memegang Deklarasi Ekspor.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jawa Timur Samsul Huda mengatakan kendala terbesar penerapan SVLK itu justru dari pihak pemerintah daerah. Sebab sebagian besar pemda belum proaktif untuk melakukan sosialisasi penerapan SVLK, tak memberikan kemudahan dan subsidi biaya perizinan usaha.

Asmindo mencatat, dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur baru Kabupaten Jombang yang mengeluarkan surat keputusan bupati untuk menjamin percepatan SVLK melalui kemudahan pengurusan legalitas usaha industri kecil menengah dari kayu. “Tanpa dokumen legalitas usaha, industri kecil tak akan mungkin mendapatkan sertifikat,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisah Bambang, kata Samsul, menjadi bukti bahwa pengurusan perizinan lokal berbelit dan berbayar. Hal itulah yang menyebabkan banyak industri kecil akhirnya tak punya legalitas usaha. Sedangkan untuk mensiasati mahalnya biaya SVLK, industri kecil bisa membentuk kelompok dan mengajukan dukungan dana ke pemerintah. Tahun ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan dukungan pembiayaan untuk usaha kecil sebesar Rp 3,2 miliar dan dana dari lembaga donor MFP3 sebesar Rp 30 miliar.

Pernyataan Samsul benar adanya setelah Tempo mendatangi tiga industri kecil mebel dan perajin kayu yang belum memiliki SVLK maupun Deklarasi Ekspor, yakni UD Bandi Furniture, UD Mebel Agung dan UD Widodo Handycraft. Ketiga pemilik usaha itu menjawab senada, bahwa mereka belum pernah tahu bahkan mendengar tentang SVLK. Padahal tenggat pemberlakukan SVLK tinggal empat bulan lagi. “Belum pernah ada sosialisasi dari pemerintah,” kata Made Widodo, pemilik UD Widodo Handycraft.

Karena belum mengetahui SVLK, otomatis para pemilik usaha itu tak mengerti persyaratan apa saja yang harus dipenuhi. Tanpa SVLK maupun Deklarasi Ekspor, memang belum berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha mereka. Sebab, mereka ekspor melalui sejumlah agen di Pulau Bali.

UD Widodo Handycraft di Desa Patoman, Kecamatan Rogojampi, biasanya mengirim paling sedikit 1.500 item kerajinan dari kayu sengon seperti topeng, patung, dan ukiran ke beberapa agen di Bali.

Dari agen, sebagian handycraft tersebut dikirim ke Perancis, Australia dan Tiongkok. Omzetnya sekitar Rp 10 juta – Rp 20 juta per bulan. Made menjelaskan, meski sudah berbentuk usaha dagang (UD), namun dia belum memiliki izin gangguan. Sejumlah dokumen perizinan seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pun sudah kadaluarsa sejak lima tahun lalu. “Mau memperpanjang lagi sedang tak punya biaya,” kata Widodo yang merintis usahanya sejak 1997.

Omzet yang kecil dan perizinan tak lengkap membuat Widodo memang kesulitan untuk menembus pasar langsung ke luar negeri. Padahal, ketika bergantung ke agen, sejumlah kerugian harus ia tanggung, mulai harga barang yang lebih murah dan seringnya ditipu.

Widodo menghitung, sudah empat kali ia ditipu agen dengan nilai kerugian lebih dari Rp 100 juta. Penipuan terakhir sebesar Rp 65 juta yang terjadi 2012, membuat usaha Widodo terguncang hingga saat ini. Oleh karena itu dia angkat tangan, ketika pemerintah membebani usahanya dengan SVLK.

UD Bandi Furniture yang terletak di Jalan Argopuro, Kecamatan Kalipuro, juga mengalami kelesuan permintaan. Sebelumnya, UD Bandi sudah 10 tahun mengirimkan mebelnya ke Thailand dan Perancis melalui CV Dewi Indah Furniture di Bali. UD Bandi mengerjakan hampir seluruh proses produksi mulai membeli kayu hingga mengolahnya. Sedangkan agennya di Bali mengerjakan tahap penyelesaian hingga ekspor. “Sedang lesu begini bagaimana mau mengurus SVLK, mendengarnya saja baru kali ini,” kata lelaki 52 tahun itu.

Pemilik UD Mebel Agung, Rukailah, mengatakan juga belum memiliki HO, SIUP dan TDP. Perempuan 36 tahun itu merasa tak perlu melengkapi berbagai perizinan itu karena usaha mebelnya hanya mengerjakan tahap akhir. “Saya beli berbagai mebel setengah jadi dari Pasuruan,” kata Rukailah yang membuka mebel awal 2015 ini.

Kepala Seksi Perdagangan Luar Negeri pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan, Banyuwangi, Gela Rusmaningrum, beralasan, bahwa pemda tidak memiliki anggaran khusus untuk mensosialisasikan SVLK kepada industri kecil menengah berbahan dasar kayu. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi justru menunggu Asmindo dan Multistakeholder Foresty Programme (MFP) yang berjanji akan menggelar sosialisasi di daerahnya. “Katanya akan ada sosialisasi dari mereka, tapi sampai Agustus ini belum ada tindaklanjut,” kata Gela.

Gela mengakui Pemerintah Banyuwangi belum memiliki kebijakan khusus untuk membantu percepatan SVLK di daerahnya. Bahkan, pihaknya juga belum mengetahui berapa industri kecil berbahan kayu yang belum memiliki perizinan legalitas usaha. “Kalau perizinan itu kewenangan Badan Pelayanan Perizinan,” kata Gela.

Sedangkan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Banyuwangi, Abdul Kadir, mengatakan dari seluruh perizinan usaha untuk SVLK hanya izin gangguan  yang dikenai retribusi. “Kalau SIUP dan TDP itu gratis,” katanya.

Retribusi izin gangguan tersebut diatur melalui Perda No 14 tahun 2011 yang nilainya tergantung luas area usaha. Kadir meminta masyarakat mengurus sendiri perizinan tersebut. Sebab perizinan akan berbiaya mahal jika melalui calo. Dia bahkan menantang agar pelaku industri kecil berani melapor bila ada oknum pegawainya yang melakukan pungutan liar. “Kalau ada buktinya, laporan adanya pungli saya teruskan ke polisi,” kata Kadir.

IKA NINGTYAS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kemendag dan Pelaku Industri Kreatif Dorong UKM Masuk Pasar Internasional

28 hari lalu

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi dalam konferensi pers tentang pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-38 Tahun 2023 di Kementerian Perdagangan. TEMPO/Yohanes Maharso Joharsoyo
Kemendag dan Pelaku Industri Kreatif Dorong UKM Masuk Pasar Internasional

Kementerian Perdagangan menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan yang dianggap membantu pengembangan Usaka Kecil Menengah (UKM).


Adhy Karyono Jadi Pj Gubernur Jawa Timur

16 Februari 2024

Adhy Karyono Jadi Pj Gubernur Jawa Timur

Adhy menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang berakhir masa jabatannya pada 13 Februari 2024.


Festival Kreativitas ARTBOX AVENUE 2024 di Singapura Hadirkan Pelaku Industri Kreatif Asia Tenggara

14 Januari 2024

ARTBOX AVENUE 2024 digelar di Singapore Expo Hall 22, pada 26 Januari hingga 4 Februari 2024. Dok. ARTBOX AVENUE
Festival Kreativitas ARTBOX AVENUE 2024 di Singapura Hadirkan Pelaku Industri Kreatif Asia Tenggara

ARTBOX AVENUE 2024 digelar di Singapore Expo Hall 22, Singapura, pada 26 Januari hingga 4 Februari 2024.


Ganjar Janji Hidupkan Bekraf Lagi untuk Kembangkan Industri Content Creator

14 Januari 2024

Calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo menyemangati pendukungnya saat kampanye di DBL Arena Surabaya, Sabtu, 13 Januari 2024. TEMPO/Kukuh S. Wibowo
Ganjar Janji Hidupkan Bekraf Lagi untuk Kembangkan Industri Content Creator

Calon Presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo mengatakan akan mengembangkan industri kreatif apabila dia terpilih dalam Pemilu 2024 mendatang.


Mahfud Md Janji Benahi Industri Kreatif: Banyak Keluhan dari Anak Muda

11 Januari 2024

Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md., menghadiri Deklarasi Pemuda Gama Pantura di GOR Dharma Ayu, Tridaya Timur, Karanganyar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada Senin, 8 Januari 2024. Foto: Staf Komunikasi Mahfud Md.
Mahfud Md Janji Benahi Industri Kreatif: Banyak Keluhan dari Anak Muda

Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD berjanji untuk membenahi sektor ketenagakerjaan industri kreatif.


Ganjar Ungkap Isu yang Dibawa Mahfud di Debat Cawapres: Target Pertumbuhan Ekonomi hingga Industri Kreatif

21 Desember 2023

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo saat menghadiri deklarasi Barisan Advokat Keadilan Indonesia (BAKI) untuk mendukung pasangan Ganjar-Mahfud di Mampang, Jakarta Selatan, Rabu, 20 Desember 2023. Dalam deklarasi tersebut, selain mendapat dukungan dari BAKI, pasangan Ganjar-Mahfud juga mendapat dukungan dari Siti Nur Azizah yang merupakan Putri dari Wakil Presiden (Ma'ruf Amin). TEMPO/ Febri Angra Alguna
Ganjar Ungkap Isu yang Dibawa Mahfud di Debat Cawapres: Target Pertumbuhan Ekonomi hingga Industri Kreatif

Ganjar Pranowo mengungkapkan sejumlah isu yang akan dibawa oleh calon wakil presiden Mahfud MD dalam debat cawapres


3 Gagasan Capres-Cawapres Soal Pendidikan, Begini Kata Anies Baswedan, Prabowo, Ganjar Pranowo

17 Desember 2023

Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo tampil dalam debat capres pertama di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa, 12 Desember 2023. TEMPO/HAN REVANDA
3 Gagasan Capres-Cawapres Soal Pendidikan, Begini Kata Anies Baswedan, Prabowo, Ganjar Pranowo

Apa saja gagasan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin, Prabowo-Gibran, Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk tema pendidikan?


Kemenparekraf soal RPP Kesehatan: Industri Kreatif Dirugikan, Multiplier Effect Hilang hingga Ancaman PHK

30 November 2023

Ilustrasi rapat di DPR. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Kemenparekraf soal RPP Kesehatan: Industri Kreatif Dirugikan, Multiplier Effect Hilang hingga Ancaman PHK

Kemenparekraf menilai perlunya kajian lebih dalam terhadap RPP Kesehatan karena berpotensi membawa dampak negatif bagi industri kreatif di Tanah Air.


7 Contoh Ekonomi Kreatif yang Memiliki Peluang Besar

30 Agustus 2023

Berikut ini contoh ekonomi kreatif yang berpeluang besar. Foto: Canva
7 Contoh Ekonomi Kreatif yang Memiliki Peluang Besar

Ekonomi kreatif semakin populer dan menjanjikan. Berikut adalah contoh ekonomi kreatif yang ada di Indonesia dan berpeluang besar,


Gurita Bisnis Vindes Corp, Terbaru Gelar 'Bahkan Voli'

29 Agustus 2023

Dari kiri: Deddy Mahendra Desta , Lukman Sardi, Andre Taulany dan Vincent Rompies dalam konpers acara Bahkan Voli. Instagram/Vindes
Gurita Bisnis Vindes Corp, Terbaru Gelar 'Bahkan Voli'

Vindes Corp, perusahaan yang didirikan Vincent Rompies dan Deddy Mahendra Desta per Agustus 2021, terus membuat gebrakan. Ini gurita bisnisnya.