TEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya permintaan terhadap bolu batik membuat pelaku usahanya terus muncul. Elma Elkana salah satunya. Perempuan 34 tahun yang berdomisili di Solo ini baru menekuni usaha bolu batik sejak sebulan lalu tapi sudah langsung menerima banyak pesanan.
Dia mengaku sudah membuat aneka kreasi bolu yang berada di bawah bendera Aldirel Cake sejak sepuluh tahun lalu, tapi baru berkecimpung dalam bolu gulung batik setelah melihatnya dalam suatu kesempatan. “Saya penasaran melihat desainnya. Saya nyoba-nyoba sendiri tapi adonan bahan batiknya tidak bisa menempel di adonan bolu. Akhirnya saya kursus,” katanya.
Setelah mengikuti kursus yang diajar oleh pembuat bolu batik profesional, Elma mulai percaya diri dengan bolu batik bikinannya. Dia pun berani memasarkan kepada kenalannya secara perorangan di Kota Solo maupun yang ada pada daftar kontak BlackBerry Messenger-nya.
Dia juga membuat selebaran yang disebarkan kepada saudara maupun kolega yang terhimpun dalam Persatuan Istri Tentara. Elma pun merancang proposal untuk merambah segmen hotel. Bolu gulung batik produksinya ditawarkan sebagai snack jika ada pertemuan atau resepsi pernikahan di hotel.
Usaha promosi itu berbuah hasil, dan ssalah satu hotel sudah bersedia bekerja sama. Pesanan pun mulai mengalir. Awalnya Elma hanya memproduksi 2-3 bolu gulung batik dalam seminggu. Sekarang, dalam sehari, ada 3-4 yang bisa terjual. “Tanggal 23 Mei ini juga sudah ada yang memesan 50 bolu batik untuk dijadikan seserahan ke Probolinggo,” ujarnya.
Meski hanya mengandalkan promosi getok tular alias dari mulut ke mulut, Elma kini sudah mulai menjual produknya hingga ke luar kota. Dia juga melayani pesanan dalam jumlah kecil. Bahkan, jika ada pesanan satu bolu gulung saja, juga akan dia ladeni.
Namun, khusus untuk pengiriman ke luar kota, pesanan minimal dua bolu gulung. “Harganya per produk Rp 50 ribu di luar ongkos kirim,” tuturnya.
Dalam sebulan, Elma mampu menjual sekitar 60 bolu batik dengan omzet sekitar Rp 3 juta. Persentase profit yang dia dapatkan sekitar 100 persen. “Ini kan produk seni, yang mahal batiknya. Kalau bahannya bisa dibilang cukup murah, tapi kita tetap memakai bahan berkualitas,” ucapnya.
Selama menjalani bisnis ini, Elma belum mempunyai karyawan yang membantunya membuat bolu gulung batik. Hal ini menjadi kendala jika ada pesanan dalam jumlah besar.
Sebagai strategi untuk menyiasati hal tersebut, dia mengerjakan pesanan dalam beberapa hari. “Kalau pesanannya sedang ramai, misalnya sampai 25 bolu, saya bikin dalam lima hari. Tapi, kalau konsumennya enggak mau, ya, terpaksa saya lepas,” katanya.
Elma berharap usahanya bisa semakin besar. Dia ingin suatu saat kelak mampu membuka kelas kursus untuk mempopulerkan bolu gulung batik di Solo. Prospek bisnis itu dinilainya masih sangat cerah karena belum terlalu banyak pemain.