TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Saham AirAsia, pada pukul 11.31 waktu Kuala Lumpur, turun sekitar 13 persen menjadi RM 2,56 per lembar saham atau mencapai titik terendah sejak 28 November lalu. Padahal sebelumnya, saham AirAsia sempat naik sekitar 21,4 persen sejak awal tahun lalu.
Penurunan saham AirAsia terjadi setelah salah satu pesawat maskapai tersebut dinyatakan hilang. Pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura hilang kontak sejak pukul 06.15 WIB, Ahad, 28 Desember lalu. (Baca: 5 Teori Hilangnya Pesawat Air Asia)
Pesawat AirAsia yang membawa 155 penumpang dan tujuh kru itu dinyatakan hilang di sekitar perairan Kalimantan dan Bangka Belitung. Upaya pencarian pesawat telah dilakukan sejak kemarin sampai hari ini dan direncanakan akan berlangsung selama tujuh hari.
Sejumlah analis memperkirakan insiden itu bakal menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pelancong dalam menggunakan moda Grup AirAsia. Hal itu yang mempengaruhi nilai saham dalam perdagangan di bursa hari ini.
Salah satu analis dari Hong Leong Investment Bank, Daniel Wong, memperkirakan yields bisa bertahan setidaknya hingga tahun depan. "Namun saya lebih cenderung memprediksi penurunan yields bisa sampai 5 persen," ujarnya. (Baca: Basarnas Belum Tangkap Sinyal ELT AirAsia)
Sementara itu, analis dari AmResearch, Hafriz Hezry, memprediksi saham maskapai penerbangan ini bakal pulih dalam beberapa hari ke depan. Pulihnya saham ini karena dampak reaksi pasar akan pemberitaan kehilangan pesawat sudah mulai pudar. (Baca: Kasus AirAsia, Mengapa Pesawat Bisa Hilang Kontak?)
Sebanyak 49 persen saham Indonesia AirAsia dimiliki Malaysia AirAsia, sementara sisanya dipegang investor lokal. Grup AirAsia merupakan gabungan dari Thailand, Filipina, dan India. Selain itu, berdasarkan catatan, Grup AirAsia tidak memiliki catatan kecelakaan sejak beroperasi pada 2002.
REUTERS | CNBC | ODELIA SINAGA
Berita terpopuler:
Daftar Nama Kru dan Penumpang AirAsia
Posisi 2 Pesawat Ini Dekat dengan AirAsia QZ8501
Beredar Broadcast Semua Penumpang AirAsia Selamat