TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah masih memberi waktu kepada Perusahaan Konsorsium Pembangunan Monorail Jakarta, PT Jakarta Monorail untuk merevisi kembali skema permohonan jaminan kepada pemerintah pusat. Skema jaminan sebelumnya dinilai terlalu beresiko dan optimistik. “Pemerintah pusat akan menunggu hasil revisi tersebut,” kata Sekretaris I Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) Suyono Dikun kepada Tempo di Jakarta Selasa (8/8). Hal ini menunjukan pemerintah belum sepenuhnya memutuskan untuk menolak jaminan resiko terhadap proyek ini. Ada dua hal yang perlu ditinjau ulang dari hasil kajian KKPPI tentang jaminan resiko monorail yang diharapkan pemerintah pusat. Pertama, permintaan dukungan agar pemerintah menerbitkan comfort letter. Permintaan ini terkait alternatif pendanaan obligasi Islamik atau sukuk al musharaka sebesar US$ 650 juta yang digalang Dubai Islamic Bank (DIB) yang dinilai beresiko tinggi. “Jaminan ini juga terkait dengan kemampuan bayar Jakarta Monorail terhadap pemegang obligasi,” kata Suyono. Dari hasil studi kelayakan teknis dan finansial proyek ini, proyeksi penumpang yang akan diangkut monorail nantinya mencapai 300 ribu per hari dinilai terlalu optimistik. Nilai pengerjaan sipil dan kontruksi proyek ini juga dinilai terlalu rendah. Umumnya biaya pembangunan monorail di negara-negara lain berkisar antara US$ 37,5 juta-US$ 50 juta per kilo meter. Sedangkan nilai pengerjaan monorail Jakarta di bawah itu. Hal ini, kata Suyono, akan menganggu kinerja proyek karena asumsi dan perkiraan sisi pengeluaran rendah. Sementara itu sisi pendapatan yang berasal dari proyeksi penumpang dinilai cenderung optimis. Kedua, Permintaan shortfall guarantee kepada pemerintah juga perlu ditelah lebih lanjut tingkat kelayakan minimum proyek ini. Perlu dilakukan audit terhadap komponen proyek monorel. Dalam skema ini pihak Jakarta Monorail meminta subsidi kepada pemerintah untuk menutupi angka kekurangan jumlah penumpang yang telah ditargetkan. Anton Aprianto