Kenaikan Cukai Rokok Hantui Rights Issue HM Sampoerna
Editor
Agus Supriyanto
Jumat, 9 Oktober 2015 18:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pelepasan saham Sampoerna diperkirakan tak banyak disambut pelaku pasar. Analis LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, menjelaskan, kondisi itu dilatari rencana pemerintah menaikkan target penerimaan cukai rokok. “Potensi kenaikan cukai rokok perlu diperhatikan pelaku pasar,” ujarnya, Jumat, 9 Oktober 2015.
Rencana kenaikan cukai rokok tengah digodok Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengejar target penerimaan cukai pada 2016. Tahun depan, pemerintah juga akan menaikkan pajak pertambahan nilai hasil tembakau sebesar 0,3 persen. Dengan kenaikan itu, PPN Tembakau naik dari 8,4 menjadi 8,7 persen.
Lucky menjelaskan, kenaikan cukai merupakan batu ganjalan yang berdampak langsung terhadap kenaikan harga jual rokok. Jika hal itu terjadi, daya beli masyarakat akan menurun dan mempengaruhi perkembangan industri rokok. “Meskipun sudah banyak mendapatkan stimulus, faktanya, kemampuan masyarakat cenderung menurun,” tuturnya.(Lihat video Rupiah Bangkit, Ini Penyebabnya, Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi I dan II Jokowi, Peningkatan Daya Beli Masyarakat Jadi Fokus Kebijakan Ekonomi Jilid III)
Menurut Lucky, kondisi perekonomian yang cenderung menurun juga ikut mempengaruhi pertimbangan pasar untuk menyerap saham Sampoerna. “Kita punya luka yang cukup dalam akibat pelemahan rupiah dan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok,” katanya. “Situasi itu memicu inflasi dan menggerus nilai tukar rupiah.”
Raksasa industri rokok Indonesia, PT HM Sampoerna, menargetkan pemasukan sebesar Rp 21 triliun lewat penawaran saham. Saham yang dilepas sebanyak 270 juta lembar dengan harga Rp 77 ribu per lembar. Langkah itu ditempuh untuk memenuhi ketentuan yang mewajibkan perusahaan terbuka memenuhi 7,5 persen kepemilikan saham publik.
Bagi pelaku pasar, kata Lucky, harga saham di angka Rp 77 ribu dianggap masih terlalu tinggi. “Harga pasar sekarang ada di angka Rp 75 ribu. Harga itu merupakan rerata harga tertinggi dan harga terendah saham tahun sebelumnya,” ucapnya. Jika harga itu dipertahankan, Lucky khawatir pelaku pasar cenderung membatasi transaksi mereka.
Analis Trust Securities, Bayu Priyambada, tak sepaham dengan kesimpulan Lucky. Menurut dia, hambatan terhadap industri rokok tak otomatis membuat pasar rokok lesu. “Buktinya, pasar rokok terus tumbuh meski pemerintah menerapkan larangan merokok dan gambar dampak kesehatan di bungkus rokok,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO