Rupiah Menguat Tajam, Ini Sebabnya  

Reporter

Editor

Grace gandhi

Jumat, 9 Oktober 2015 05:09 WIB

Ilustrasi mata uang Rupiah. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO , Jakarta: Nilai tukar rupiah yang menguat cukup tajam dalam beberapa hari terakhir dinilai sebagai akibat dari kondisi global, khususnya di Amerika Serikat. Salah satu isu utama global tersebut masih seputar suku bunga The Fed (bank sentral AS) yang diperkirakan masih akan menunda kenaikannya hingga awal 2016.

“Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja AS masih di bawah ekspektasi untuk bulan September ini, sehingga The Fed sepertinya masih akan menunda kenaikan suku bunga,” kata analis pasar uang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Rully Arya Wisnubroto saat dihubungi Tempo Kamis, 8 Oktober 2015.

Hal ini, menurut Rully berakibat pada peningkatan ekspektasi pasar kepada nilai rupiah, sehingga nilainya pun mengalami penguatan yang pada Kamis pagi sempat menyentuh Rp 13.821 per dolar AS.

Namun, Rully mengatakan, penguatan ini bersifat sementara. Bukan tidak mungkin jika kondisi perekonomian Amerika Serikat membaik, maka nilai rupiah akan kembali tertekan.

Terkait paket kebijakan yang diluncurkan pemerintah terhadap penguatan rupiah, menurut Rully, belum terlalu signifikan dampaknya. “Peran respon positif paket kebijakan masih ada, tapi dominannya masih karena faktor global,” tuturnya.

Kepala Riset/Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, juga sependapat bahwa kondisi global lebih besar pengaruhnya terhadap penguatan rupiah yang terjadi.

“Faktor eksternal lebih besar. Ditambah dugaan saya, BI kemarin juga intervensi, karena penguatan rupiah yang paling tajam dibanding mata uang lain,” katanya. (Lihat video Rupiah Bangkit, Ini Penyebabnya, Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi I dan II Jokowi, Peningkatan Daya Beli Masyarakat Jadi Fokus Kebijakan Ekonomi Jilid III)

Lana juga mengatakan kondisi ini masih bersifat sementara, karena faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan. Sehingga ia meminta pemerintah dan Bank Indonesia, tetap berhati-hati memegang kendali moneter.

“BI harus memastikan kebijakannya berjalan efektif, menambah instrumen untuk menjaga suplai valas, seperti kebijakan devisa hasil ekspor atau obligasi BI dalam bentuk valas,” tutur Lana.

Terkait paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah, Lana mengatakan masih membutuhkan waktu 3-6 bulan lagi agar dapat dirasakan dampaknya.

Menurut Lana, perusahaan baru akan berani melakukan investasi ketika kondisi perekonomian membaik. Terlebih saat ini tingkat daya beli masyarakat masih lemah.

“Paket jilid III kemarin memang membantu meningkatkan daya beli. Tapi dari sisi produsen, dengan harapan mereka menurunkan harga, ini yang benar-benar harus dipastikan turun oleh pemerintah,” kata ekonom Universitas Indonesia ini.

GHOIDA RAHMAH


Berita terkait

Ciputra Resmi Akuisisi 15 Persen Saham Metropolitan Land Senilai Rp 367,4 M

13 November 2021

Ciputra Resmi Akuisisi 15 Persen Saham Metropolitan Land Senilai Rp 367,4 M

Ciputra Development melalui anak perusahaannya, Ciputra Nusantara resmi mengakuisisi 15 persen saham Metropolitan Land.

Baca Selengkapnya

IHSG Hari Ini Diperkirakan Masih Tertekan di Kisaran 5.803-5.960, Apa Sebabnya?

1 Februari 2021

IHSG Hari Ini Diperkirakan Masih Tertekan di Kisaran 5.803-5.960, Apa Sebabnya?

Indeks harga saham gabungan atau IHSG pada perdagangan hari ini, Senin, 1 Februari 2021, diperkirakan masih tertekan.

Baca Selengkapnya

2019, Ekonom Prediksi Nilai Tukar Rupiah Rata-rata Rp 14.725

6 Desember 2018

2019, Ekonom Prediksi Nilai Tukar Rupiah Rata-rata Rp 14.725

Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana memperkirakan rupiah pada 2019 akan berada pada level Rp 14.725 per dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

IHSG Diprediksi Rebound Hari Ini, Tetap Waspadai Rupiah

18 Juli 2018

IHSG Diprediksi Rebound Hari Ini, Tetap Waspadai Rupiah

Pergerakan kurs rupiah diprediksi tetap mempengaruhi IHSG hari ini.

Baca Selengkapnya

Infobank Beri Penghargaan untuk 100 Emiten Berkinerja Baik

25 Januari 2018

Infobank Beri Penghargaan untuk 100 Emiten Berkinerja Baik

Lembaga analis strategi perbankan dan keuangan, Infobank, akan memberikan penghargaan kepada 100 emiten dengan pertumbuhan tercepat.

Baca Selengkapnya

Dibuka Menguat, IHSG Tiba-tiba Anjlok 14,09 Poin

3 Januari 2018

Dibuka Menguat, IHSG Tiba-tiba Anjlok 14,09 Poin

Pada awal perdagangan, IHSG dibuka menguat sebelum tiba-tiba turun.

Baca Selengkapnya

IHSG Diprediksi Menguat, Simak Rekomendasi Saham Pilihan

6 Desember 2017

IHSG Diprediksi Menguat, Simak Rekomendasi Saham Pilihan

Untuk investasi jangka panjang, IHSG diprediksi akan memberi keuntungan.

Baca Selengkapnya

Dolar Menguat, Rupiah Tertekan ke Level Rp 13.587

26 Oktober 2017

Dolar Menguat, Rupiah Tertekan ke Level Rp 13.587

Rupiah ditutup melemah 0,07 persen atau 9 poin di Rp 13.587 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rupiah Kembali Melemah, Ditutup di Level Rp 13.578 Per Dolar AS

25 Oktober 2017

Rupiah Kembali Melemah, Ditutup di Level Rp 13.578 Per Dolar AS

Rupiah tertekan penguatan dolar Amerika Serikat saat imbal hasil obligasi Amerika meningkat.

Baca Selengkapnya

5 Hari Melemah, Kurs Rupiah Akhirnya Kembali Rebound

24 Oktober 2017

5 Hari Melemah, Kurs Rupiah Akhirnya Kembali Rebound

Rupiah ditutup menguat 0,07 persen atau 10 poin di Rp 13.533 per dolar AS.

Baca Selengkapnya