Ratusan pemudik sepeda motor mengantri untuk mengisi BBM di SPBU 3441353, Karawang, Jawa Barat, 15 Juli 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Usul pemerintah Presiden Joko Widodo untuk membentuk Petroleum Fund, semacam dana celengan bahan bakar minyak, dinilai terlalu banyak teori. "Pemerintah terlalu banyak ide tapi implementasinya tidak jelas," kata analis NH Korindo, Reza Priyambada, kepada Tempo, Jumat, 18 September 2015.
Besaran dana yang diusulkan ke dalam Petroleum Fund ini sekitar 5 persen dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Dalam kurun tiga tahun terakhir, PNBP yang dimiliki Indonesia berada pada level sekitar Rp 330 triliun. Artinya, sekitar Rp 16 triliun disisihkan ke dalam Petroleum Fund tiap tahun.
Terkait dengan pihak pengelola, Reza mengusulkan agar Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai badan pengelola dananya. Dana tersebut bisa diinvestasikan ke mana saja sepanjang payung hukumnya jelas. Namun lebih baik disimpan di instrumen milik negara.
"Daripada pusing-pusing, simpan saja di sukuk atau SUN. Punya negara juga, kan, instrumen tersebut," ujar Reza.
Berbeda dengan Reza, analis LBP Enterprises, Lucky Bayu Purnomo, menilai baik usul yang dimasukkan dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. "Dampaknya baik untuk jangka panjang," tutur Lucky.
Menurut Lucky, dana yang digunakan untuk mengembangkan Petroleum Fund ini harus diinvestasikan pada instrumen investasi lintas negara yang memiliki underlying pada industri energi. "Contohnya diinvestasikan di ETF (Exchange Traded Fund) pada industri energi," ucap Lucky.