Indonesia Perlu 12 Kapal Selam: Baru Punya 2 Unit, Sisanya?
Editor
Rully Widayati
Jumat, 11 September 2015 14:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi mengharapkan penambahan kapal selam menjadi 12 unit hendaknya jangan hanya didiskusikan. Rencana penambahan harus direalisasikan karena Indonesia merupakan negara kepulauan.
"Kapal selam itu sudah didiskusikan sejak 2005, tapi sampai sekarang hanya ada dua kapal selam yang kita miliki," katanya saat menjadi pembicara dalam sarasehan nasional di Markas Komando Armada Kawasan Timur TNI Angkatan Laut di Ujung, Surabaya, Kamis, 10 September 2015.
Sarasehan berkaitan dengan HUT ke-56 Satuan Kapal Selam (Hiu Kencana) ini dihadiri Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir. Laksamana Ade Supandi mengatakan TNI AL setidaknya memerlukan 12 kapal selam untuk negara seluas Indonesia.
"Kami sudah pesan tiga kapal selam ke Korea yang semuanya akan selesai pada April 2017, tapi sebagian dibikin di Korea dan sebagian dibikin di PT PAL," katanya.
Menurut dia, Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki wilayah laut seluas Indonesia memiliki kapal selam. Karena itu, Indonesia harus memiliki armada itu dalam jumlah lebih banyak. "Apalagi, Indonesia mempunyai visi menjadi Poros Maritim Dunia, maka kehadiran TNI AL itu penting. Bukan hanya hadir di pangkalan, tapi hadir di laut, baik di permukaan maupun di bawah permukaan," katanya.
Menteri Nasir menyatakan, kementeriannya memiliki delapan fokus riset. Presiden Joko Widodo meminta mengutamakan tiga fokus riset yakni pangan, energi, dan maritim. "Seperti yang disampaikan KSAL bahwa kapal selam masih sebatas diskusi, maka hal itu ditentukan dua hal yakni anggaran dan kolaborasi antar-kementerian. Untuk anggaran kami akan sampaikan ke DPR untuk membantu," katanya.
Ia mencontohkan anggaran riset Indonesia hanya 0,09 persen dari GDP, sedangkan Thailand mencapai 0,25 persen dari GDP, Malaysia 1 persen dari GDP, Singapura 2,8 persen dari GDP, dan Korea 3,4 persen dari GDP.
"Meski anggaran riset itu penting, kolaborasi antar-kementerian itu juga penting, karena riset yang tidak sinergis antar-kementerian membuat terjadi pemborosan anggaran riset dan tujuan tidak bisa fokus, sehingga hanya menjadi bahan diskusi di atas kertas," katanya.
Kementerian Riset juga akan menyatukan sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan antar-kementerian melalui Dewan Riset Nasional. Tujuannya menghemat anggaran dan melakukan riset yang terfokus untuk menghasilkan produk dari hasil riset itu.
"Untuk kapal selam, misalnya, Litbang Kemenristekdikti bersama litbang perguruan tinggi dan Kemenhan bisa bersinergi untuk melakukan riset dan menentukan fokus untuk produk yang diinginkan. Kalau riset dilakukan sendiri-sendiri akan sulit untuk fokus," katanya.
Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksama Muda TNI Darwanto mendukung pandangan Menristekdikti untuk mendorong riset kapal selam itu. Menurutnya, kontur laut Indonesia itu sangat cocok untuk persembunyian kapal selam.
"Kadar garam pada laut kita sangat tinggi, biota laut kita juga sangat banyak, dan kedalaman laut kita juga berbeda-beda. Sehingga kapal selam bisa bersembunyi dan tidak menutup kemungkinan ada kapal selam asing yang sudah keluar-masuk laut kita," katanya.
Indonesia sudah saatnya memiliki armada kapal selam yang memadai, karena semua negara maju itu memiliki kapal selam, seperti Amerika, Australia, Tiongkok, dan sebagainya. "Bisa jadi, kapal selam kita hanya didiskusikan terus, karena kapal selam itu memiliki efek penggetar yang tinggi secara politis, sehingga ada yang berusaha agar kita tidak pernah memiliki armada kapal selam yang memadai. Jadi, kita harus bersinergi untuk memiliki kapal selam," katanya.
ANTARA | ELIK S