TEMPO Interaktif, Jakarta:Tarif dasar listrik di Indonesia menurut data Bank Dunia (World Bank) ternyata menempati urutan kedua termahal dalam kawasan negara-negara ASEAN setelah Filipina. Oleh karena itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta tahun depan tidak ada kenaikan tarif agar tidak membebani masyarakat dan menambah penduduk yang dapat memanfaatkan penggunaan listrik.Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo mengatakan saat ini tarif listrik Indonesia sekitar US$ 6,5 sen per kilowatthour (kWh) jauh lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya. ?Tarif listrik Indonesia nomor dua setelah Filipina,? ujarnya dalam jumpa pers di Kantor YLKI Jakarta, Sabtu (26/11).Tarif listrik Filipina mencapai US$ 7,3 sen per kWh, selanjutnya di bawah Indonesia secara berturut-turut adalah Malaysia US$ 6,2 sen per kWh, Thailand US$ 6,0 sen per kWh, Vietnam US$ 5,2 sen per kWh.Ia menambahkan, tanpa kenaikan tarif saja ada sekitar 100 juta penduduk Indonesia yang belum mendapatkan jaringan listrik. Semakin tingginya tarif listrik maka akan menurunkan penggunaan listrik akibat kemampuan masyarakat yang juga turun. ?Mereka akan kesulitan membayar dan pencurian listrik semakin bertambah,? katanya.Pengurus Harian YLKI lainnya, Tulus Abadi, menyebutkan jika tarif dasar listrik tetap naik, maka sebelumnya PLN diminta lebih efisien dengan menekan angka susut hingga satu digit saja. ?Losses PLN masih sangat besar, sekitar 13 persen tahun 2004,? ujarnya.YLKI juga meminta agar pemerintah dan PLN tegas memberantas pencurian listrik, khususnya di kalangan rumah tangga dan industri baik skala kecil maupun besar. Sebab pencurian listrik memiliki kontribusi terhadap tinginya angka susut.Sebelumnya Direktur Utama PLN Eddie Widiono mengatakan PLN telah mengajukan pada pemerintah agar tarif dasar listrik dinaikkan akibat ada kenaikan biaya pokok penyediaan listrik. Penyebab naiknya biaya pokok adalah kenaikan harga BBM yang diberlakukan sejak 1 Oktober lalu.muhamad fasabeni