Pelaku Industri, Desak Realisasi Penyelamatan Ekonomi  

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Selasa, 30 Juni 2015 22:01 WIB

Pengunjung menghadiri pameran niaga industri farmasi "Convention on Pharmaceutical Ingredients Southeast Asia yang diselanggarakan di Jakarta Internasional Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (20/3). Pameran yang terselanggara untuk kedua kalinya di Indonesia ini berlangsung pada 20-22 Maret 2013. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta -Kalangan pengusaha Jawa Timur mendesak pemerintah provinsi segera merealisasikan strategi penyelamatan industri di tengah pelemahan ekonomi, khususnya bagi sektor-sektor prospektif dengan dependensi bahan baku impor yang tinggi.

Salah satunya adalah industri farmasi Jatim, yang selama paruh pertama 2015 hanya mampu tumbuh 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal, 90% bahan baku produksi sektor tersebut masih didatangkan dari luar negeri.



Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia DPP Jatim Paulus Lusida mengungkapkan sebagian besar bahan baku industri farmasi masih diimpor dari Cina dengan presentase 60%. Sementara itu, 30% dan 10% masing-masing dibeli dari India dan Eropa.

“Karena tingginya ketergantungan bahan baku impor itulah, para produsen produk farmasi terpaksa melakukan penyesuaian harga hingga 10%. Apalagi, nilai tukar dolar tengah menguat,” jelasnya.


Bagaimanapun, dia menilai peluang industri farmasi di Jatim tahun ini masih terbuka seiring dengan adanya mandatori keanggotaan BPJS Kesehatan bagi pegawai swasta dan PNS. Regulasi tersebut, menurutnya, berdampak langsung pada perluasan pasar produk farmasi.

Selain itu, produk obat-obatan generik masih mendominasi 80% pangsa pasar Indonesia. Bahkan, obat generik buatan industri farmasi RI telah menguasai pangsa pasar ekspor global sebesar 10%.


Dengan pertimbangan tersebut, para pelaku industri farmasi berani menargetkan pertumbuhan omzet senilai Rp65 triliun tahun ini. “Namun, masalahnya kami harus mengembangkan bahan baku lokal agar komponen impornya tidak membengkak.”

Selain farmasi, industri prospektif lain yang tengah lesu akibat tingginya ketergantungan impor adalah kulit dan produk dari kulit. Padahal, sektor tersebut memberi sumbangsih cukup besar terhadap ekspor nonmigas Jatim.


Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan mengungkapkan mahalnya bahan baku asing dan tidak mencukupinya stok bahan baku lokal menyebabkan banyak pengrajin produk kulit di provinsi tersebut gulung tikar.

“Saya sudah cek di sentra industri kulit Tanggulangin , yang pernah jaya dan menjadi salah satu ikon Jatim. Di sana keadaannya sekarang banyak berubah dan sudah banyak yang tutup. Sebagian besar sekarang malah menjual tas buatan Cina,” tuturnya, Selasa, 30 Juni 2015.


Advertising
Advertising

Salah satu langkah yang ditempuh pelaku usaha untuk bertahan adalah melakukan relokasi ke kawasan-kawasan dengan upah tenaga kerja yang lebih murah. Hal itu adalah strategi untuk menambal sulam biaya produksi yang mahal akibat bahan baku impor.

Isdarmawan menilai lini industri di Jatim yang masih berpeluang tumbuh positif tahun ini adalah sektor-sektor yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari dalam negeri, yaitu perhiasan dan permata, ikan dan udang, tembaga, furnitur, dan kerajinan tangan.


“Bahan baku substitusi dari dalam negeri harus diprioritaskan oleh pemerintah,” tegas Isdarmawan. Dia melanjutkan industri perkebunan juga tengah terancam krisis akibat jatuhnya harga komoditas. Padahal, Jatim adalah salah satu sentra perkebunan nusantara.

Oleh karena itu dia mendesak pemerintah pusat dan provinsi harus berdialog dengan para pelaku industri pengolahan dan perkebunan untuk mencari solusi bersama.


Berdasarkan laporan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, industri di Jatim tengah mengalami kontraksi khususnya untuk industri pengolahan. Kontraksi terutama terjadi pada industri kendaraan bermotor (-12,2%), kulit (-7,5%), dan farmasi (-5,5%).

Deputi Kepala Perwakilan BI Jatim Soekowardojo sebelumnya menjelaskan kontraksi tersebut dipengaruhi kebijakan administered domestik dan kondisi global.


Adapun, perlambatan pada sektor pertanian terjadi utamanya pada subsektor tanaman pangan. “Ini dipicu pergeseran musim tanam akibat mundurnya musim hujan.”


BISNIS

Berita terkait

Kembangkan Industtri Farmasi demi Harga Obat yang Terjangkau

14 Maret 2023

Kembangkan Industtri Farmasi demi Harga Obat yang Terjangkau

Pemerintah diminta mengembangkan industri farmasi untuk menurunkan harga obat.

Baca Selengkapnya

Potensi Kampus dalam Kembangkan Industri Farmasi

13 Maret 2023

Potensi Kampus dalam Kembangkan Industri Farmasi

Pihak akademisi selalu membutuhkan masukan dari industri farmasi mengenai hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan demi kepentingan masyarakat.

Baca Selengkapnya

JKN Buka Peluang Terciptanya Kedaulatan Industri Farmasi

5 Maret 2023

JKN Buka Peluang Terciptanya Kedaulatan Industri Farmasi

Kemandirian industri farmasi kesehatan dapat dicapai dengan cara penguatan manufaktur farmasi dalam negeri, revitalisasi penyediaan bahan baku obat serta riset dan pengembangan inovasi farmasi dalam negeri.

Baca Selengkapnya

Berikut Pendidikan yang Harus Ditempuh untuk Menjadi Apoteker

13 Februari 2023

Berikut Pendidikan yang Harus Ditempuh untuk Menjadi Apoteker

PP No. 51 tahun 2009 mendefenisikan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Baca Selengkapnya

13 Februari Sebagai Hari Persatuan Farmasi Indonesia, Simak Sejarahnya

13 Februari 2023

13 Februari Sebagai Hari Persatuan Farmasi Indonesia, Simak Sejarahnya

Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) didirikan di Yogyakarta pada 13 Februari 1946 oleh Zainal Abidin yang kemudian diangkat sebagai Ketua PAFI.

Baca Selengkapnya

Menperin: Industri Farmasi Kuasai Pasar Domestik, Tapi 90 Persen Bahan Bakunya Masih Impor

7 Desember 2022

Menperin: Industri Farmasi Kuasai Pasar Domestik, Tapi 90 Persen Bahan Bakunya Masih Impor

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan saat ini industri farmasi nasional telah menguasai pasar obat sekitar 89 persen.

Baca Selengkapnya

Industri Farmasi Mengaku Terpukul Selama Obat Sirup Ditarik dari Peredaran

3 Desember 2022

Industri Farmasi Mengaku Terpukul Selama Obat Sirup Ditarik dari Peredaran

Sebelumnya, obat sirup dilarang beredar karena mengandung etilen glikol dan dietilen glikol yang tidak sesuai batas yang diatur BPOM.

Baca Selengkapnya

BPOM Umumkan 172 Obat Sirup Bisa Diedarkan Kembali, Cek Daftarnya

2 Desember 2022

BPOM Umumkan 172 Obat Sirup Bisa Diedarkan Kembali, Cek Daftarnya

BPOM menyatakan 172 produk obat sirup dari 22 industri farmasi telah memenuhi ketentuan, sehingga dapat kembali diedarkan.

Baca Selengkapnya

BPOM Ungkap Alasan Perusahaan Farmasi Jadi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut

24 November 2022

BPOM Ungkap Alasan Perusahaan Farmasi Jadi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut

Togi menyatakan lima perusahaan tersebut menciptakan larutan obat sebanyak 400 hingga 700 kali di atas ambang batas. Jadi penyebab gagal ginjal akut.

Baca Selengkapnya

BPOM Ungkap Indikasi Adanya Kejahatan Obat di Industri Farmasi Indonesia

17 November 2022

BPOM Ungkap Indikasi Adanya Kejahatan Obat di Industri Farmasi Indonesia

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan ada gap atau celah dalam sistem keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir.

Baca Selengkapnya