TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Indonesia Mining Institute (IMI) menunjukkan bahwa tumpang-tindih kebijakan dan ketersediaan infrastruktur masih menjadi kendala industri mineral dan batu bara.
Ketua IMI Irwandy Arif menjelaskan pelaku usaha masih menghadapi beberapa kendala. Dari ketidakpastian administrasi, interpretasi, dan hingga penegakan hukum. Mereka kerap mengeluhkan ketidakpastian peraturan lingkungan yang diterbitkan daerah serta tumpang-tindih kewenangan antar-kementerian.
"Tumpang-tindih kewenangan juga terjadi antara pemerintah pusat dan daerah," kata Irwandy, Sabtu, 18 April 2015, saat melakukan konferensi pers di Jakarta. Selain itu, perpajakan dan ketersediaan infrastruktur menjadi permasalahan yang kerap dikeluhkan pelaku usaha.
Namun hasil survei IMI menunjukkan pada dasarnya persepsi pelaku usaha tambang terhadap potensi sumber daya mineral batu bara masih sangat positif. Namun keputusan mereka bergantung pada kebijakan yang diambil pemerintah pusat dan daerah.
Hasil survei menempatkan Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kolaka pada tiga urutan teratas indeks komposit . Indeks ini, kata Irwandy, merupakan gambaran dari kebijakan suatu daerah dan potensi sumber daya di daerah tersebut. Tiga kabupaten tersebut memiliki skor masing-masing 62,5; 55,66; dan 55,2.
Kabupaten Kutai Timur juga menempati urutan teratas survei pada kategori indeks persepsi kebijakan dan potensi sumber daya minerba. "Tapi masih jauh dari angka 100. Artinya memang belum optimal."
Menurut Irwandy, survey ini menggunakan metode serupa yang digunakan oleh Fraser Institute, Kanada. IMI memilih 20 kabupaten dari sekitar 50 kabupaten penerima dana bagi hasil lebih dari Rp 20 miliar (pada 2012). Dua puluh kabupaten tersebut tersebar di sebelas provinsi penghasil sumber daya minerba.
Survei yang dilakukan selama kurang-lebih delapan bulan tersebut melibatkan 550 responden (level manajer ke atas) yang berasal dari 55 perusahaan yang berlokasi di 20 kabupaten yang disurvei. Mereka berharap survei tersebut bisa menjadi pertimbangan para pemangku kebijakan.