Indeks Dolar Tembus 100, Rupiah Bisa Terperosok ke 14 Ribu

Reporter

Editor

Elik Susanto

Rabu, 11 Maret 2015 13:43 WIB

Ilustrasi Uang dolar/Rupiah/Penukaran uang. TEMPO/Imam Sukamto

Bisnis.Com, Jakarta - Indeks dolar Amerika Serikat rajin menorehkan rekor tertinggi baru. Siang ini, Rabu, 11 Maret 2015, dolar bahkan sudah melambung di atas level 98,7. Apa dampak pergerakan indeks dolar terhadap posisi rupiah?

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan laju indeks dolar menjadi ancaman bagi rupiah. "Jika indeks dolar AS menembus level 100—110, rupiah bisa bergerak di kisaran 13.000—14.000,” kata Rangga saat dihubungi, Rabu, 11 Maret 2015.

Pelemahan rupiah yang terlalu dalam akibat tekanan dolar yang didorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Fed serta data makro ekonomi AS yang baik bisa mempengaruhi pencapaian target pertumbuhan. Apalagi, kata dia, pemerintah tahun ini menaikkan target pertumbuhan ekonomi yang semula 5 persen menjadi 5,7 persen.

Agar pertumbuhan terkerek, kata Rangga, harus ada peningkatan produksi. "Untuk menggenjot produksi tentunya membutuhkan barang modal yang sebagian diimpor. (Pelemahan rupiah) berlawanan dengan visi menaikkan pertumbuhan,” kata Rangga.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi ini bergerak melemah sebesar 78 poin menjadi 13.161 dibanding posisi sebelumnya 13.083 per dolar AS. "Nilai tukar rupiah secara beruntun tertekan mata uang utama, yakni dolar AS. Penguatan dolar AS seiring dengan besarnya ekspektasi pelaku pasar uang terhadap kenaikan suku bunga di Amerika Serikat," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta.

Ariston menambahkan bahwa prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate) telah memicu kenaikan volatilitas mata uang global, terutama di negara-negara berkembang.

"Penguatan dolar AS merupakan spekulasi kenaikan Fed Fund Rate di bulan Juni, ekspektasi yang lebih cepat dibanding sebelumnya di bulan September pada tahun ini setelah data tenaga kerja AS cukup solid serta serangkaian komentar pejabat The Fed," katanya.

Melemahnya mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah, juga disebabkan oleh belum adanya kepastian pembicaraan utang Yunani. Situasi itu menambah katalis positif bagi dolar AS.

"Faktor utama pelemahan rupiah masih didorong sentimen global, sementara dari dalam negeri masih cukup kondusif," kata Ariston.

Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, menambahkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia yang masih cukup stabil dapat membuat rupiah dalam jangka menengah-panjang berpotensi kembali terapresiasi. "Rupiah akan bergerak sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia dalam jangka menengah-panjang," ucap Rully.

Setelah sentimen The Fed memudar, menurut Rully, investor akan kembali masuk ke pasar berisiko karena imbal hasil yang ditawarkan masih cukup atraktif. Rully optimistis asumsi makro dalam APBN-P 2015 yang telah disahkan melalui sidang paripurna, di antaranya pertumbuhan ekonomi 5,7 persen, laju inflasi 5,0 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS 12.500, masih dapat dicapai.

ELIK S | ANTARA

Berita terkait

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

20 menit lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

13 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya