TEMPO Interaktif, Jakarta:Rencana Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menaikkan tarif listrik pada saat beban puncak dinilai akan memberatkan pelaku industri tekstil. Pelaku industri meminta dilakukan penundaan terhadap rencana ini. "Dengan keadaan sekarang sudah berat, apalagi sekarang bila listrik ikut naik," ujar Sekretaris Jendral Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovan G Ismi.Kenaikan harga solar oleh pemerintah beberapa waktu lalu saja suha bikin kalang kabut. "Jadi kenaikan ini akan membuat kami terpukul dua kali,"kata Ernovan Ismi. PLN merencanakan menaikkan tarif listrik pada beban puncak (18.00 - 22.00) untuk industri. Tujuannya, mengubah pemakaian listrik dari waktu beban puncak (18.00 WIB-22.00 WIB) menjadi di luar beban puncak yang tarifnya lebih murah. PLN menilai kebijakan ini tidak akan merugikan industri. Menurut catatan Ernovan, biaya energi rata-rata memakan 30 persen dari Harga Pokok Produksi (HPP). Biaya ini dihasilkan dari penggunaan bahan bakar solar dan listrik. Namun bila kenaikan listrik ini tetap direalisasikan, menurut Ernovan, para pelaku industri tidak akan melakukan kenaikan harga produk untuk mengimbanginya. Alasannya, selama ini pihak pembeli selalu membandingkan harga dengan produk asal Cina. "Yang paling bisa dilakukan hanya menurunkan margin profit,"ujarnya. Penurunan margin profit inilah, akan dapat menurunkan minat inivestasi di sektor industri tekstil. "Tidak hanya itu, dapat pula mengakibatkan pelaku industri tekstil melakukan rasionalisasi karyawan dan menutup usahanya karena tidak menguntungkan lagi,"kata Ernovan. Ernovan masih berharap adanya penundaan rencana kenaikan listrik tersebut. "Bukan minta kemudahan, hanya penundaan dulu,"ujar Ernovan. Rinaldi D. Gultom