Seorang karyawan money changer menghitung uang kertas Rupiah, di Jakarta, 15 Desember 2014. Majalah The Economist menyebutkan, masalah yang dihadapi Indonesia adalah pemerintahan yang birokratis, korupsi, dan infrastruktur yang tidak memadai menjadi alasan nilai tukar rupiah sangat rendah. Adek Berry/AFP/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Reli penguatan dolar yang terjadi sejak awal tahun terhenti setelah angka penjualan retail di Amerika Serikat menurun. Pada transaksi pasar uang Kamis, 15 Januari 2015, rupiah menguat 59 poin (0,47 persen) ke level Rp 12.555 per dolar. Rupiah mengikuti penguatan yang terjadi pada mata uang regional Asia terhadap dolar.
Ekonom dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk, Juniman, mengatakan investor dolar melakukan aksi ambil untung menyusul penguatan yang terjadi terus-menerus. "Notulensi pertemuan The Fed yang akan bersabar untuk menaikkan suku bunga serta melemahnya data penjualan retail di Amerika dimanfaatkan sebagai momentum untuk melakukan profit taking."
Data retail Amerika bulan Desember 2014 mengalami penurunan 0,9 persen dibanding bulan sebelumnya, atau terbesar sepanjang tahun 2014. Hal itu memunculkan spekulasi bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika belum tumbuh sesuai ekspektasi. Akibatnya, indeks dolar melemah terhadap mata uang utama dunia.
Penguatan rupiah juga didorong oleh ekspektasi turunnya inflasi setelah pemerintah memastikan akan kembali menurunkan harga BBM bersubsidi. Dengan inflasi yang turun, imbal hasil dari bursa saham dan obligasi akan kembali atraktif. "Investor asing akan kembali bergairah untuk mengalirkan modalnya ke dalam negeri," ujar Juniman.
Hingga sore pukul 17.00 WIB, Bank Indonesia belum juga mengumumkan hasil rapat moneternya terkait dengan suku bunga (BI Rate). Juniman menduga rapat berjalan alot karena terpengaruh berita Bank Sentral India memangkas suku bunga repo sebesar 25 basis poin menjadi 7,75 persen.
India memiliki profil defisit eksternal dan depresiasi mata uang yang mirip dengan Indonesia. Tapi untuk lebih aman, BI tampaknya akan mengambil langkah pre-emptive dengan mempertahankan BI Rate. "BI masih menanti update kebijakan moneter The Fed," katanya.