Presiden Jokowi berpidato di peringatan Hari Ibu Ke-86 yang dilaksanakan di GOR Ciracas, Jakarta, 22 Desember 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistiningsih menyarankan pemerintah merangkul perusahaan untuk membangun rumah kumuh. Pengentasan permukiman kumuh dapat teratasi lebih cepat dengan menggandeng swasta. Alasannya, setiap perusahaan mempunyai porsi program CSR (corporate social responsible). (Baca: Surabaya Sukses Menata Kawasan Kumuh, Ini Kuncinya)
Mengingat porsi dana APBN terbatas untuk mengatasi permasalahan itu, kata dia, Presiden dapat menjual konsep pengentasan permukiman kumuh kepada perusahaan swasta. "Enggak sulit, Presiden bisa mengajak perusahaan-perusahaan itu untuk makan malam dan menawarkan konsep pengentasan permukiman," katanya saat dihubungi, Kamis, 25 Desember 2014. (Baca: Jakarta Barat Bangun 1.350 Unit Rumah Deret)
Presiden, kata Lana, dapat menawarkan konsep penanganan permukiman kumuh dan perbaikan sanitasi serta pengadaan air minum. Setelah Presiden berhasil menjual konsepnya maka Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dapat menindaklanjutinya. "Pembangunan proyek diserahkan ke swasta agar tidak ada indikasi (permainan) proyek," katanya.
Pemerintah Joko Widodo menganggarkan Rp 384 miliar untuk menghilangkan permukiman kumuh selama lima tahun ke depan. Untuk 2015, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk program ini sebesar Rp 12 triliun. Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priatna, saat ini ada 38.431 hektare permukiman kumuh di seluruh Indonesia.
"Merupakan tantangan besar untuk membuatnya 0 persen pada 2019," katanya dalam acara pencanangan Program Nasional Penanganan Permukiman Kumuh 2015-2019 di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Senin, 22 Desember 2014. Untuk menghilangkan permukiman kumuh, pemerintah akan melakukan dua pola pembangunan, yaitu peremajaan dan pemugaran kembali permukiman.