Jusuf Kalla (kanan) memberikan keterangan pers di hadapan awak media terkait program kerja mereka di Bandung, 3 Juli 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mengumumkan kenaikkan suku bunga acuan (BI Rate) dari 7,5 persen menjadi 7,75 persen pada Selasa 18 November 2014. Bank sentral mengklaim kenaikan suku bunga dilakukan demi menjaga inflasi sesuai dengan target. (Baca: Harga BBM Melambung, BI Rate Naik Jadi 7,75 Persen)
Namun, pada acara Risk and Governance Summit di Hotel Dharmawangsa, Selasa pagi, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengatakan suku bunga tinggi menyebabkan daya saing industri keuangan melemah. Kalla berharap ada penurunan bunga untuk meningkatkan daya saing. "Kalau bunga tinggi, modal juga susah," ujar Kalla dalam sambutannya.
Selain bunga tinggi, Kalla menuturkan melemahnya daya saing industri keuangan disebabkan oleh faktor lain, seperti ketersediaan listrik, infrastruktur, serta birokrasi. Daya saing industri keuangan, kata dia, perlu ditingkatkan untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Padahal, ujar Kalla, Indonesia memiliki penduduk dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Ini seharusnya menjadi modal utama untuk bersaing dalam MEA. Selain itu, jika dibanding kondisi politik negara ASEAN lainnya, Indonesia juga dinilai lebih stabil. (Baca: Bunga KPR Mandiri Turun Tahun Ini, BTN Menyusul)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menuturkan pergerakan suku bunga ditentukan oleh komponen makro dan mikro. Komponen makro terkait dengan suku bunga acuan Bank Indonesia, sementara komponen mikro berupa efisiensi industri keuangan. Efisiensi dilakukan melalui pengurangan margin serta memperbaiki rasio biaya dengan pendapatan untuk menekan harga. (Baca: Bunga KPR Tinggi, Konsumen Tunda Beli Rumah)