Seorang pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) duduk di tempat pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar yang habis di SPBU Tamanan Kota Kediri, Jawa Timur, 25 Agustus 2014. SPBU di wilayah Kota Kediri kehabisan BBM Jenis Solar sejak Ahad (24/8). ANTARA/Rudi Mulya
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Carmelita Hartoto setuju dengan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebelum 2015. Namun, ia meminta pemerintah tidak ingkar janji.
"Pemerintah jangan membuat kecewa dengan janji-janji setelah kenaikan harga BBM," ujar dia kepada Tempo, Rabu, 29 Oktober 2014.
Carmelita menilai kenaikan harga BBM merupakan risiko agar anggaran infrastruktur meningkat. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah merealisasikan pembangunan infrastruktur seperti tol laut yang pernah dijanjikan. "Kenaikan ini harus betul-betul dibarengi dengan peningkatan pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur logistik dan transportasi," ujar dia. (Baca: Nasib BBM Bersubsidi Dibahas di Kantor Wapres)
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, kenaikan harga BBM bakal membuat daya beli masyarakat melemah. "Konsumsi juga akan melemah karena masyarakat lebih memilih berhemat," ujar Sofjan, “Akibatnya, pertumbuhan industri juga akan melambat.”
Carmelita menambahkan, kenaikan harga BBM juga akan menyebabkan kenaikan upah buruh. Jika harga BBM naik 45 persen atau Rp 3.000 maka upah buruh akan naik maksimal 45 persen. "Kalau naik 45 persen, setidaknya upah harus naik sebesar itu juga," ujarnya.
Langkah antisipasi, kata Carmelita, sudah dilakukan dengan meningkatkan efisiensi biaya. "Kami sudah merelokasi anggaran dengan memprioritaskan kegiatan yang bersifat primer," ujar Carmelita. (Baca: Kenaikan Harga BBM Tunggu Restu Jokowi)
Namun, ia tetap meminta agar pemerintah memberi insentif untuk meningkatkan daya tahan industri terhadap kenaikan harga BBM. "Seperti insentif penurunan tarif pelabuhan, insentif fiskal dan moneter," ujar Carmelita.