Risiko Politik Meningkat, Rupiah Tertekan

Selasa, 30 September 2014 19:14 WIB

Sejumlah Anggota DPR mengambil keputusan dengan mekanisme voting saat rapat paripurna dengan agenda pembahasan pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat 26 September 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom PT BNI Securities, Heru Irvansyah, mengatakan rupiah kini mulai bergerak ke level keseimbangannya yang baru di kisaran 12.100-12.100 per dolar. "Meningkatnya kebutuhan dolar di tengah likuiditas yang semakin berkurang menjadi penyebab utama pelemahan rupiah," kata dia di Jakarta, Selasa, 30 September 2014.

Pelonggaran kuantitatif (QE3) bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebesar US$ 85 miliar akan segera berakhir pada Oktober besok. The Fed yang melihat pemulihan ekonomi telah berjalan dengan baik, perlahan tapi pasti mengurangi pemberian stimulus bulanan tersebut. Hingga September, QE hanya tinggal tersisa US$ 15 miliar. (Baca: Pasar Butuh Kepastian Ihwal Pelantikan Joko Widodo).

Heru menilai faktor sentimen politik pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah berpengaruh terhadap pelemahan rupiah, namun tidak terlalu signifikan. "Resistensi parlemen akan menimbulkan risiko politik yang lebih luas, dan bakal berdampak buruk pada prospek investasi," kata dia.

Menurut Analis PT First Asia Capital, Ivan Kurniawan, terus memanasnya hubungan antara koalisi pendukung pemerintahan Joko Widodo dengan koalisi merah putih pendukung Prabowo Subianto bisa mengakibatkan ketidakpastian politik. "Bagi investor, kepastian politik merupakan salah satu syarat investasi. Bila tidak stabil, keuntungan investasi sulit diperkirakan." (Baca: UU Pilkada Via DPRD Diketok, Rupiah Tersungkur).

Ketidakpastian politik itu pula salah satu penyebab investor asing mulai berkemas dari pasar keuangan Indonesia. Setelah pemilu presiden Juli lalu, total net buy asing di pasar saham hampir mencapai Rp 70 triliun. Sementara, saat ini telah menyusut jadi sekitar Rp 52-53 triliun.

Investor asing secara perlahan mulai melepas portofolio saham dan membeli dolar. Inilah yang menyebabkan dolar terus menguat ke level 12.170. Di sisi lain, pulihnya ekonomi Amerika Serikat dan rencana kenaikan suku bunga The Fed semakin mendorong pasar untuk membeli dolar AS.

Ivan menyarankan pemerintah harus bisa merangkul parlemen. Jangan sampai persaingan antara koalisi pemerintah dan koalisi merah putih terus berlarut-larut. Apalagi di pemerintahan Joko Widodo nanti masih ada revisi APBN Perubahan 2015 serta kenaikan harga BBM. "Kalau setiap kebijakan atau RUU ditolak, target pertumbuhan ekonomi 7 persen mustahil tercapai."

M. AZHAR | MEGEL JEKSON



Terpopuler
Koalisi Merah Putih Targetkan Revisi UU KPK
Kejutan, Maria Londa Rebut Emas Asian Games
SBY Mau Batalkan UU Pilkada, Mahfud: Itu Sia-sia
Tak Penuhi Kuorum, UU Pilkada Tak Sah

Berita terkait

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

1 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

2 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

3 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

3 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

3 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

3 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

5 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

6 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya