TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan kurs dolar di pasar global menyebabkan rupiah menguat pada awal pekan kedua September 2014. Ekonom PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan melambatnya pertumbuhan pasar tenaga kerja Amerika Serikat mengendurkan tekanan dolar di pasar uang. "Imbasnya, mata uang negara berkembang menguat, termasuk rupiah," kata dia di Jakarta, Selasa, 9 September 2014. (Baca juga: Rupiah Diprediksi Menguat Hari Ini )
Dalam transaksi pasar uang Senin, 8 September 2014, rupiah menguat 33 poin (0,28 persen) ke level 11.726 per dolar AS. Menurut Lana, data pertumbuhan pasar tenaga kerja AS pada Agustus yang mencapai 142 ribu jiwa jauh di bawah estimasi investor, yang mencapai 212 ribu.
Perlambatan pasar tenaga kerja juga diiringi kenaikan nilai upah yang di bawah ekspektasi. Data ini memperbesar peluang bank sentral (The Fed) untuk menunda kenaikan nilai suku bunga tabungan (Fed Fund Rate). (Baca juga: Kenaikan BBM Ditunda, Rupiah Menguat)
Selain sentimen positif dari luar negeri, rupiah didorong oleh kenaikan data cadangan devisa Bank Indonesia ke level US$ 111,22 miliar. Devisa tersebut bisa membiayai impor selama enam bulan dan meringankan beban utang luar negeri. Kenaikan tersebut disumbang oleh meningkatnya nilai devisa hasil ekspor, lebih tinggi ketimbang pembayaran utang luar negeri. "Hal ini menjamin ketersediaan dolar di dalam negeri," tutur Lana. (Baca juga:Penguatan Rupiah Minim Insentif)
Meski demikian, penguatan kurs rupiah dinilai hanya sementara. Sebab, pelemahan dolar hanya dimanfaatkan oleh investor untuk merealisasi keuntungan sejenak. Bila data-data ekonomi AS membaik, dolar akan kembali perkasa.
Lana memperkirakan untuk jangka pendek rupiah bisa tertekan di kisaran 11.720-11.780 per dolar AS. Hal ini dipicu permintaan dolar korporasi yang cenderung meningkat pada akhir triwulan ketiga. "Rupiah baru akan kembali menguat bila berhasil ditutup di bawah level 11.680 per dolar AS." (Baca juga: Dolar Keok, Rupiah Melejit 160 Poin)