Seorang pemetik daun teh sedang melakukan aktivitasnya di perkebunan teh Gunung Mas yang dikelola PTP Nusantara VIII, di Puncak, Bogor, (9/3). TEMPO/Yosep Arkian
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pedagang Teh Indonesia (Aspegtindo) Johan Alexander Supit mengatakan produksi teh di Indonesia terus menurun. "Dari posisi tiga saat zaman perang, sekarang turun ke posisi sepuluh," ujarnya saat dijumpai di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan, Senin, 1 September 2014. (Baca juga: 2011, Produksi Teh Indonesia Turun)
Menurut Johan, produksi teh Indonesia merosot karena tidak ada koordinasi antara perkebunan dan pedagang teh. Selain itu, banyak petani teh yang beralih menanam buah. Saat ini, tutur Johan, produksi teh di Indonesia mencapai 120 ribu ton dalam setahun. Dari jumlah tersebut, 80 ribu ton diekspor dan menghasilkan devisa US$ 1 miliar atau sekitar Rp 11,7 triliun. "Teh asal Indonesia dipasarkan ke Eropa, Timur Tengah, dan Rusia," katanya.
Namun belakangan, ujar Johan, nilai ekspor teh Indonesia lebih rendah dibanding Amerika Serikat. Menurut dia, Amerika tidak memiliki kebun teh tapi bisa mencetak transaksi US$ 25 miliar atau sekitar Rp 292, 8 triliun. Pendapatan Indonesia dari perdagangan teh pun terus merosot jika dibanding beberapa dekade lalu, saat volume ekspor mencapai 200 ribu ton. (Baca juga: Harga Teh Dunia Diperkirakan Naik)
Dewan Komisaris PT Sariwangi AEA Andrew Supit menuturkan Indonesia kini terpaksa mengimpor teh untuk kebutuhan domestik. Beberapa pabrik minuman di Indonesia mendatangkan teh dari Vietnam, Afrika, dan Argentina sebanyak 30 ribu ton dalam setahun.