Indef: Kelangkaan BBM Subsidi Selalu tanpa Solusi

Selasa, 26 Agustus 2014 07:26 WIB

Sejumlah warga menunggu kiriman BBM jenis Premium dan Pertamax yang telah habis di salah satu SPBU di Jalur Pantura, Indramayu, Jawa Barat, 24 Agustus 2014. Kelangkaan tersebut merupakan konsekuensi dari kebijakan penyaluran BBM bersubsidi yang disesuaikan dengan kuota. ANTARA/Dedhez Anggara

TEMPO.CO, Jakarta - Kelangkaan bahan bakar minyak jenis Premium dan solar di beberapa daerah dipastikan karena pembatasan penjualan bahan bakar minyak bersubsidi oleh pemerintah. Namun kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu dinilai hanya kebijakan berulang yang tak memberikan dampak signifikan.

"Energi itu komoditas yang sangat strategis, permintaannya elastis. Manusia saat ini tidak mungkin hidup tanpa energi. Berapa pun harganya akan beli," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati ketika dihubungi, Senin, 25 Agustus 2014.

Enny menerangkan, saat pemerintah memberikan kebijakan tanpa ada manajemen dari sisi permintaan dan tidak ada upaya mengkonversi bahan bakar, maka dari waktu ke waktu kebijakan yang sama akan terus diulang. "Kelangkaan BBM saat ini saya yakin sudah diprediksi oleh pembuat kebijakan. Khawatirnya hal ini hanya untuk merespons permintaan publik," ujarnya. (Baca: Jero Wacik Pastikan Kuota BBM Subsidi Tak Ditambah)

Maksud Enny, kelangkaan ini memang disengaja sehingga nantinya pemerintah punya alasan untuk menambah kuota BBM bersubsidi dari posisi 46 juta kiloliter. "Kuotanya sudah pasti ditambah, kita enggak pernah keluar dari masalah dan membuat solusi," katanya.

Kebijakan membatasi BBM subsidi tersebut, menurut Enny, perlu ditinjau kembali. Sebab, pemerintah tidak punya grand design mengenai kebijakan energi itu sendiri. (Baca: Jero: SBY Tunggu Presiden Baru Naikkan Harga BBM)

Sesungguhnya pemerintah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi sepanjang 2014 mencapai 48 juta kiloliter. Namun, pada anggaran perubahan lalu, semua pihak sepakat dengan pengurangan kuota ini menjadi 46 juta kiloliter. Perubahan tersebut lantas memicu desakan pada pemerintah untuk mengajukan tambahan kuota BBM bersubsidi. Sebab, kuota sebesar 46 juta kiloliter dipastikan tak bakal mencukupi kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun.

AISHA SHAIDRA






Berita Terpopuler:
Jokowi Kalah Rapi Ketimbang Paspampres
Unimog Milik Massa Prabowo Harganya Rp 1-2 Miliar
Begini Spesifikasi Calon Tunggangan Jokowi




Advertising
Advertising

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

12 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

43 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

43 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

44 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

44 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

44 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

57 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

58 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

58 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya