Gubernur BI Agus DW Martowardojo dan Menkeu RI M. Chatib Basri resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. Ini momentum menjadikan uang NKRI sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengeluarkan bentuk pecahan Rp 100.000 dalam bentuk uang bersambung atau uncut bank notes. BI mengeluarkan uang sambung tersebut dalam tiga jenis, yaitu dua lembaran yang dicetak 5.000 lembar, lima lembaran yang dicetak sebanyak 5.000 lembar, dan 45 lembaran yang dicetak sebanyak 100 lembar. Tak hanya untuk koleksi, uang sambung ini juga bisa digunakan untuk transaksi jual beli. (Baca:Uang Baru NKRI Sepi Peminat)
Juru bicara Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan sebenarnya uang bersambung itu telah diedarkan sejak 2003 untuk memenuhi kebutuhan para kolektor. Untuk itu, uang sambung ini dijual lebih mahal daripada jumlah nominalnya dan dicetak terbatas.
"Untuk uang dua lembaran, nilai nominalnya Rp 200.000 dijual dengan harga Rp 500.000 per lembarnya. Lima lembaran dengan nominal per lembarnya sekitar Rp 400.000 dijual dengan harga Rp 1 juta. Sedangkan yang paling terbatas, 45 lembaran dengan nominal Rp 4,5 juta dijual dengan harga Rp 10 juta," kata Tirta ketika dihubungi Kamis, 21 Agustus 2014. (Baca:BI Edarkan 40 Juta Lembar Uang Baru Rp 100.000)
Meski digunakan sebagai koleksi, Tirta mengungkapkan bahwa uang sambung ini juga bisa digunakan untuk transaksi jual beli. "Sebenarnya sama saja seperti uang biasa, cuma beda bentuk saja. Kalau mau digunakan untuk transaksi, tinggal digunting saja," kata dia.
Tak hanya itu, pembeli akan mendapatkan sertifikasi keaslian yang ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI. (Baca:Kampanye Uang Elektronik, BI Bidik Mahasiswa)
Pada awalnya, BI mencetak uang sambung sebagai buah tangan atau kenang-kenangan saat melakukan kunjungan luar negeri. Namun, karena banyak yang berminat untuk mengoleksi uang sambung tersebut, maka BI memfasilitasi kolektor dengan cara membeli langsung pada Bank Indonesia. "Yang mau membeli, bisa datang langsung ke BI karena tidak dijual di bank lain," dia menjelaskan.