Pekerja memanen pucuk daun teh menggunakan mesin pemetik daun di perkebunan teh Malabar PTPN VIII, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen pada komoditas pertanian segar oleh Mahkamah Agung sejak 22 Juli lalu membuat semangat para petani teh lokal turun. Menurut Sekretaris Eksekutif Asosiasi Teh Indonesia, Atik Dharmadi, produksi sejumlah komoditas pertanian--termasuk teh--menurun akibat petani yang tak bersemangat lagi menanam. (Baca: Tahun Depan, Harga Teh Dunia Diperkirakan Naik)
"Lemahnya semangat petani secara otomatis menganggu industri teh di Indonesia," kata Atik dalam konferensi pers penolakan pengenaan PPN di kantor Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Agustus 2014. (Baca: Larangan Impor Pangan Rusia Jadi Peluang Indonesia)
Pengenaan PPN 10 persen terhadap seluruh produk pertanian segar itu juga berdampak pada daya beli pabrik teh. Atik mengatakan biasanya pabrik mampu membeli 10 ton teh dari petani. Akibat kenaikan harga yang berasal dari tarif PPN, kemungkinan daya beli pabrik juga turun 10 persen. "Kalau sudah begini, semua yang terlibat dalam produksi teh akan kena imbasnya," kata Atik.
Selasa lalu, Menteri Pertanian Suswono mengatakan kementeriannya akan mengkaji komoditas mana yang paling tidak menekan petani. Komoditas itulah yang akan dikenakan PPN. Saat ini, kementeriannya sedang mengkaji implikasi putusan MA terhadap petani dan pelaku usaha tanaman pangan di dalam negeri. "Tentu saya mau yang terbaik untuk rakyat karena seharusnya kebijakan itu dibuat agar tepat sasaran, bukannya merugikan," kata Suswono.