TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan perusahaannya sudah menyepakati lima hal dengan pemerintah Indonesia. Namun ia menyebut nasib Freeport di Indonesia ke depannya masih belum jelas, karena pemerintah sekarang tidak bisa memastikan perpanjangan kontrak.
"Freeport sudah bangun smelter dan menggunakan jasa dan produk Indonesia dalam produksinya. Namun nasib kontrak Freeport belum jelas juga," tutur Rozik di Hotel Four Season, Jakarta Selatan, 11 Agustus 2014. Kesepakatan antara Freeport dan pemerintah itu antara lain perluasan area konsesi, royalti serta pajak, divestasi, pemrosesan, dan pemurnian di dalam negeri (smelter). (Baca: Freeport: Pemerintah Siap Terbitkan Izin Baru)
Menurut Rozik, Freeport tetap meminta kejelasan kepada pemerintahan sekarang dan juga pemerintahan yang akan datang. Sebab, menurut peraturan yang ada, baru tahun 2019 Freeport bisa melakukan perpanjangan kontrak.
"Sampai tahun 2019, kami investasi senilai US$ 10,5 miliar. Jadi, bagaimana pun kami butuh kepastian pemerintah sekarang maupun yang akan datang," ujar Rozik. (Baca: Freeport Bantah MoU Dikebut Sebelum Lebaran)
Menurut Rozik, proses renegoisasi yang ditempuh Freeport tidaklah mudah, karena mereka menempuh setiap tahapan yang diberikan pemerintah hingga dua tahun lamanya. Ia berharap, pemerintahan saat ini mampu menjembatani hal-hal yang telah disepakati kepada pemerintahan yang baru, sehingga keberlangsungan investasi mereka tetap terjaga sesuai dengan perjanjian.
"Supaya kita tidak mengulang dari awal lagi," tuturnya. Saat ini Freeport telah mulai membangun smelter dan merintis eksplorasi pertambangan bawah tanah.
Perpanjangan Izin Ekspor PT Freeport, Stafsus Menteri ESDM: Masalah Waktu Pembangunan Smelter
12 Juni 2023
Perpanjangan Izin Ekspor PT Freeport, Stafsus Menteri ESDM: Masalah Waktu Pembangunan Smelter
Staf Khusus Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, membantah pemerintah tidak tegas dalam melarang ekspor tembaga.