Freeport Anggap Perusahaan Lokal Tak Mampu
Selasa, 12 Agustus 2014 10:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan tambang Amerika Serikat PT Freeport Indonesia menganggap tidak ada perusahaan yang mampu mengelola bekas tambangnya secara mendadak, termasuk perusahaan Indonesia. Artinya, jika kontrak Freeport Indonesia pada 2021 tidak diperpanjang oleh pemerintah Indonesia, bekas tambang mereka tidak ada yang mengelola. (Baca: Freeport : Pemerintah Siap Terbitkan Izin Baru)
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menilai, jika tambang itu diserahkan ke perusahaan lain, pasti akan timbul masalah. "Karena teknologi di pertambangan ini memahami tellermate," katanya saat berbincang dengan wartawan di Hotel Four Seasons, Jakarta, Senin, 11 Agustus 2014.
Menurut Rozik, struktur pertambangan Freeport, seperti bijih, bentuk, dan letaknya, agak rumit sehingga bakal menyulitkan perusahaan tambang lain yang ingin menggarapnya. "Kalau garap selain tambang Freeport di Papua, sih, mungkin perusahaan lainnya juga bisa," tuturnya. (Baca: Izin Ekspor Freeport Sudah Terbit)
Rozik menegaskan, kalaupun pemerintah melakukan amandemen terhadap kontrak karya Freeport, produksi tambang mereka pun tak serta-merta naik. Sebab, kapasitas produksi tetap 240 ribu ton. "Tapi, kalau kami sudah bisa mulai investasi pertambangan lagi, kami bisa menjaga produksi normal, bukan menaikkan produksi," ujarnya.
Sebelumnya PT Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia telah menyepakati lima hal yang diikat dalam bentuk nota kesepahaman (Mou). Nota itu telah ditandatangani kedua belah pihak di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jumat, 25 Juli 2014.
Substansi poin pertama kesepakatan, Freeport bersedia untuk melanjutkan pembahasan amandemen kontrak karya yang sudah dibicarakan sejak 2012. Sedangkan substansi kesepakatan kedua ialah Freeport siap melaksanakan kebijakan pemerintah dengan aturan penerapan bea keluar. Selain itu, Freeport siap untuk membayar jaminan pembangunan smelter di Gresik senilai US$ 115 juta.
Adapun poin keempat, Freeport bersedia untuk membayar royalti hasil tambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 sebesar 3,75 persen dari semula hanya 1 persen. Terakhir, Freeport dan pemerintah setuju bahwa Freeport akan selalu menggunakan produk dalam negeri serta melakukan pemurnian di dalam negeri. (Baca: Smelter Freeport Sebaiknya Dibangun di Papua)
HUSSEIN ABRI YUSUF | RAYMUNDUS RIKANG R.W.
Berita Terpopuler:
Rini Soemarno Bicara soal Hubungan dengan Megawati
Penyebab Hilangnya Suara Jokowi-Kalla Belum Jelas
Lima Pemain MU Ditendang, Kagawa Aman
Benarkah Megawati Ikut Memilih Tim Transisi?
5 Hal Kontroversial tentang Syahrini
SBY, Orang Paling Tepat Bantu Transisi Jokowi