Warga, sejak subuh, antre membeli gas elpiji 12 kg di salah satu penyalur elpiji besar di Bandung, Jawa Barat, (10/5). Setiap pembeli dibatasi hanya boleh membeli maksimal 2 tabung saja. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana merumuskan harga baru elpiji, khususnya elpiji 12 kilogram. Rencana itu diungkapkan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo di kantornya Jumat, 8 Agustus 2014.
Menurut Susilo, pertimbangan lain untuk merevisi harga elpiji adalah kebutuhan gas yang mencapai 4,3 juta ton per tahun. Produksi gas domestik hanya mampu mencukupi sekitar 1, 3 juta ton per tahun. Karena itu, pemerintah harus mengimpor elpiji hingga 3 juta ton per tahun dengan anggaran impor kira-kira US$ 1.000 untuk satu ton elpiji. Dengan demikian, pemerintah harus merogoh kocek hingga US$ 3 miliar atau sekitar Rp 35,5 triliun untuk impor elpiji. (Baca: DPR Minta Pertamina Laporkan Kenaikan HargaElpiji)
Berdasarkan kalkulasi tersebut, Susilo menuturkan pemerintah perlu menaikkan harga elpiji 12 kilogram, mengingat elpiji jenis ini seharusnya sudah mengikuti harga pasar.
Data Pertamina menunjukkan harga elpiji 12 kilogram berkisar Rp 89 ribu hingga Rp 100 ribu. "Idealnya, elpiji 12 kilogram tidak lagi disubsidi, sedangkan elpiji 3 kilogram masih boleh disubsidi karena untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah," katanya tanpa merinci harga ideal elpiji 12 kilogram. (Baca: Elpiji Naik, Inflasi Bisa Bengkak Jadi 6 Persen)
Namun Susilo menegaskan bahwa kenaikan harga elpiji ini tidak terjadi dalam waktu dekat. Kementerian Energi masih perlu menyampaikan rencana ini ke Kementerian Perekonomian, mengingat isu ini sensitif buat masyarakat. "Harga elpiji belum naik lho, ya, sekarang ini, masih perlu dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Perekonomian," ujarnya.