TEMPO.CO, Tegal - Saking kesalnya terhadap kebijakan pengurangan kuota solar bersubsidi, sebagian nelayan di Kota Tegal justru meminta pemerintah agar sekalian menghapus subsidi solar. "Asalkan pasokannya lancar dan kebutuhan solar untuk nelayan dipenuhi sesuai permintaan," kata Warlan, 47 tahun, nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari (PPPT) Kota Tegal, Rabu, 6 Agustus 2014.
Warlan mengatakan satu kapal cantrang membutuhkan 8.000 liter solar untuk melaut selama satu bulan. Karena pengurangan kuota solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Karya Mina, kapal cantrang hanya mendapat jatah 4.000 liter solar.
Walhasil, kapal berukuran di bawah 30 grosston (GT) itu hanya bisa melaut selama dua pekan. Setelah mendaratkan ikan hasil tangkapan, kapal tradisional itu harus antrE lagi di SPBN selama satu bulan untuk mendapatkan jatah solar.
Meski solar nonsubsidi lebih mahal, Warlan berujar, keuntungan nelayan selama satu bulan melaut akan jauh lebih besar daripada hanya melaut selama dua pekan dengan solar bersubsidi. "Percuma solarnya murah kalau kami harus menganggur selama satu bulan untuk menunggu jatah," ujar Warlan.
Bendahara Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Tasman, sepakat dengan usul penghapusan subsidi solar demi kelancaran nelayan. "Kalau harga solar disamaratakan, tidak ada lagi penyelewengan. Ini pendapat saya pribadi, bukan sebagai pengurus HNSI," kata Tasman.
Tasman adalah bekas nelayan dan juragan kapal di Kota Tegal. Pada era 90-an, dia berujar, nelayan bisa langsung melaut setelah membongkar hasil tangkapannya di tempat pelelangan ikan. "Pagi itu bongkar sekaligus mengisi solar. Sore langsung melaut," ujarnya.
Tasman menuturkan, pada masa itu, tiap satu kapal tradisional bisa melaut dua-tiga kali dalam sebulan. Selain tidak perlu antre solar, ikan juga mudah didapat karena kerusakan alam di dasar laut belum parah. Kemudahan nelayan mendapatkan solar itu berakhir setelah terjadi kenaikan harga hingga 100 persen pada 2005.
"Nelayan sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan solar bersubsidi. Yang diminta nelayan itu bisa lancar melaut tanpa harus menganggur terlalu lama," ujar Tasman. Sejak kuota solar bersubsidi untuk nelayan dikurangi, SPBN Karya Mina di PPPT Tegalsari hanya mendapat jatah 1.456 kiloliter per bulan. Sebelumnya, jatah mereka 1.488 kiloliter.
DINDA LEO LISTY
Topik terhangat:
Arus Mudik 2014 | MH17 | Pemilu 2014 | Ancaman ISIS
Berita terpopuler lainnya:
Ainun Najib: Next Project, Kawalpilkada.org
Google Tarik Game 'Bomb Gaza,' Dianggap Provokatif
Juru Parkir Liar di Kota Tua Raup Rp 2 Juta Sehari
Berita terkait
Pertamina: Kenaikan Harga BBM Jangan Dikaitkan dengan Aplikasi MyPertamina
4 September 2022
Kenaikan harga BBM tak menyurutkan rencana perseroan membatasi penyaluran Pertalite dan Solar agar tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaPuasa, Pertamina Tambah Stok BBM di Kalimantan
11 Mei 2017
Pertamina Balikpapan akan menambah kuota BBM selama puasa sebesar 7 persen.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Impor BBM Ditekan
5 Januari 2017
Presiden Joko Widodo mengingatkan separuh dari kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari impor.
Baca SelengkapnyaPertamina dan AKR Jadi Penyalur BBM Tertentu 2017
25 November 2016
Pemerintah menunjuk badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan penugasan 2017.
Baca SelengkapnyaPremium Belum Jadi Dihapus, Ini Sebabnya
30 September 2016
Pemerintah belum bisa mewujudkan rencana penghapusan bahan bakar minyak jenis Premium kendati masyarakat mulai beralih dari Premium.
Baca SelengkapnyaLibur Panjang, Konsumsi BBM Pertamina Naik 10 Persen
6 Mei 2016
Pertamina memproyeksikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi mengalami kenaikan sekitar 10 persen saat libur panjang.
Baca SelengkapnyaKementerian ESDM: Premium di Jakarta Bisa Dihapus
3 Februari 2016
Pemerintah akan melihat aspek untung-rugi menghapus Premium.
Baca SelengkapnyaIni Beda Premium, Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Plus
25 Juni 2015
Pertalite sudah disetujui DPR untuk dipasarkan.
Baca SelengkapnyaAntisipasi Lebaran, Pertamina Tambah Impor Premium
16 Juni 2015
Dalam kondisi normal, konsumsi Premium rata-rata 76.258 kiloliter per hari.
Baca SelengkapnyaPertamina Klaim Pertalite Lebih Ramah Lingkungan
22 April 2015
Emisi karbon Pertalite di bawah Premium.
Baca Selengkapnya