TEMPO.CO, Jakarta - Kurs dolar melemah terhadap mayoritas mata uang regional seiring dengan penantian investor terhadap kepastian sikap bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mengenai suku bunga acuan. Minat investor terhadap kepemilikan aset berbasis dolar juga berkurang menyusul pengumuman jumlah tenaga kerja (non-farm payrolls) Amerika Serikat yang hanya tumbuh sebanyak 209 ribu orang, di bawah ekspektasi 233 ribu orang.
Hingga pukul 12.30 WIB, laju dolar masih bergerak melemah terhadap kurs regional. Rupiah diperdagangkan menguat 63,5 poin (0,54 persen) pada level 11.697,5, ringgit naik 0,0165 poin (0,52 persen) ke level 3,185 per dolar, dan won mengalami apresiasi 4,62 poin (0,51 persen) pada level 1.028,93 per dolar.
Hingga kini The Fed tak kunjung memastikan kebijakannya terkait dengan suku bunga acuan (the Fed's Rate). Perkembangan non-farm payrolls yang tetap mampu tumbuh di atas level 200 ribu orang dan tingkat pengangguran yang turun menjadi 6,1 persen tetap tak mampu meyakinkan The Fed untuk mengubah kebijakan moneter longgar. Walau demikian, pada akhir Juli lalu, The Fed telah memutuskan untuk mengurangi program pembelian kuantitatif bulanan (tapering off) sebesar US$ 10 miliar.
Ekonom PT Samuel Asset Management, Rangga Cipta, mengatakan laju positif rupiah dipengaruhi kecenderungan dolar yang melemah. Sebagian investor yang masih terus menunggu kepastian sikap The Fed akhirnya mengalihkan perhatiannya pada portofolio keuangan negara berkembang. “Imbas dolar yang melemah, menguat bersamaan dengan mata uang Asia lainnya,” kata Rangga.
Meskipun demikian, Rangga mengingatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II yang terus melambat ke level 5,12 persen (year on year) tetap berpeluang mengembalikan tekanan terhadap rupiah.