Lokasi tambang terbuka milik PT Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Tambang di Batu Hijau yang mulai beroperasi secara penuh pada Maret tahun 2000 tersebut menghasilkan 4,87 kilogram tembaga dan emas sebesar 0,37 gram dari setiap ton bijih yang diolah. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara PT Newmont Nusa Tenggara, Rubi W. Purnomo, menegaskan bahwa Newmont siap kembali pada proses renegosiasi kontrak. “Newmont tetap memiliki keinginan dan siap untuk meneruskan dialog dengan pemerintah,” katanya di Jakarta pada Kamis, 10 Juli 2014.
Niatan tersebut, menurut Rubi, bertujuan agar tercapainya sebuah resolusi yang memungkinkan Newmont dapat memulai operasinya kembali. “Resolusi tersebut harus mengakui hak dan kewajiban kedua belah pihak, sebagaimana yang disetujui dalam kontrak karya,” ujarnya. (Baca: M.S. Hidayat: Renegosiasi dengan Freeport Rampung)
Selain itu, Rubi juga berharap situs tambang Batu Hijau yang sudah berhenti beroperasi sejak pekan pertama Juni lalu bisa ikut dibahas dalam konteks resolusi yang dihasilkan Newmont dan pemerintah. “Newmont menghendaki nilai tambang Batu Hijau bisa layak secara finansial sesuai dengan usia tambang,” tuturnya.
Pekan lalu, Newmont telah menggugat pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Gugatan tersebut mempersoalkan adanya larangan ekspor mineral mentah dan tuntutan menurunkan bea keluar ekspor konsentrat yang diterapkan setelah berlakunya Undang-Undang Mineral dan Batubara. (Lihat juga: Lima Kejanggalan Gugatan Newmont Versi Ahli Hukum)
Undang-undang tersebut juga mengatur bea keluar untuk ekspor konsentrat tembaga pada 2014 yang ditetapkan 25 persen, dan akan meningkat mencapai 60 persen pada 2016. Selain itu, pemerintah juga belum menerbitkan surat persetujuan ekspor konsentrat tembaga untuk Newmont. (Berita terkait: Pemerintah Mungkin Tutup Newmont)
Ahli hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, juga menilai substansi gugatan Newmont salah alamat dan tak etis, mengingat Newmont dan pemerintah masih dalam proses renegosiasi.
Newmont, kata Hikmahanto, melayangkan gugatan lewat International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID). Padahal, ia menjelaskan, “Bila substansi kontrak karya yang hendak dipermasalahkan, arbitrase yang seharusnya menyelesaikan adalah arbitrase komersial yang dibentuk berdasarkan kontrak karya, bukan melalui forum ICSID.”