Rupiah Tembus 12 Ribu per Dolar AS, Apa Sebabnya?

Reporter

Senin, 30 Juni 2014 06:56 WIB

Ilustrasi Rupiah. ANTARA/Yudhi Mahatma

TEMPO.CO , Jakarta- Pada Jumat pekan lalu, rupiah ditutup ke level 12.103 per dolar AS. Level ini merupakan level terlemah sejak Desember 2013. Lalu, apakah yang menyebabkan rupiah tidak stabil dan terus melemah? Berikut ulasannya:

1.Defisit Neraca Perdagangan
Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, saat dihubungi Tempo, Ahad, 29 Juni 2014, menjelaskan, selama 2014 neraca perdagangan pada Februari dan Maret surplus masing-masing sebesar US$ 785,3 juta dan US$ 673,2 juta. Namun pada April terjadi defisit sebesar US$ 1,96 miliar. "Tidak seimbang," katanya.

Menurut Lana, banyak faktor yang menyebabkan neraca perdagangan defisit. Salah satunya karena ekspor Indonesia berbasis komoditas. Karena itu, Indonesia tidak bisa menentukan harga jual impor ke negara pembeli.

Direktur Eksekutif Institute of Development of Economy and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika juga mengatakan hal serupa. Dia mengemukakan bahwa kinerja perdagangan luar negeri tak kunjung membaik. Tekanan impor migas masih mengancam risiko defisit neraca perdagangan. Kinerja pemerintah yang dinilai buruk tersebut semakin membuat Indonesia terancam jebakan negara berkembang (middle income trap).

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat juga menyatakan keran impor yang terus terbuka lebar menjadi salah satu penyebab lemahnya nilai tukar rupiah. Saat isu pajak penjualan barang mewah santer terdengar bakal diterapkan pada ponsel impor, sehingga importir panik dan menimbun barang. "Wacana itu kan masih kami bicarakan. Tapi media ramai memberitakannya seolah-olah sudah final," kata Hidayat di awal Juni lalu.

Solusi atas hal tersebut, menurut Lana, bersifat jangka panjang. "Pemerintah harus mulai berpindah basis produksi impor ke produk manufaktur dan olahan. Tidak melulu bahan baku," ujarnya. (Lihat pula: Neraca Perdagangan Mei Diprediksi Surplus)

2.Impor Minyak
Lana kemudian menyebutkan tren pasar saat ini adalah mengimpor sebanyak-banyaknya bahan bakar minyak untuk antisipasi Ramadan dan Lebaran. "Harga minyak dunia mencapai US$ 106 per barel. Padahal kita masih impor dan pemerintah tidak akan berani menaikkan harga BBM di kondisi seperti ini," kata Lana.

Ekonom Indef, Aviliani, juga mengemukakan bahwa besarnya impor minyak akan menggerogoti stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, kelangkaan minyak pun diperparah oleh sejumlah penyelundupan dan penimbunan minyak.

Ia mencontohkan, negara nyaris mengalami kerugian minyak saat sejumlah oknum dicokok aparat tengah menyelundupkan minyak mentah sebanyak 402 ribu barel di Kepulauan Riau.
Karena itu, menurut Aviliani, pemerintah jangan hanya mengandalkan minyak impor sebagai kebutuhan energi dalam negeri. Opsi lain seperti biofuel yang bisa diproduksi sendiri harus mulai dipertimbangkan.

3.Pembayaran Dividen
Lana juga mengatakan pada pertengahan tahun memang biasa terjadi pembagian laba perusahaan. Investor asing tentunya menginginkan pembayaran laba dalam dolar AS. Hal ini merupakan salah satu penyebab depresiasi rupiah.

"Permintaan valuta asing yang tinggi di akhir bulan untuk pembayaran dividen dan utang swasta yang jatuh tempo juga menjadi faktornya. Di sisi lain, pasokan dolar AS terbatas karena ekspor belum optimal," ujarnya.

Solusinya, Lana berujar, adalah mengupayakan dividen yang dibagikan kepada investor asing itu kembali ke Indonesia. "Jadi, uang yang kita bayarkan pada mereka bisa diinvestasikan kembali ke sini, misalnya dengan membangun pabrik baru," katanya.

Karena itu, kata Lana, pemerintah harus menyiapkan insentif yang sesuai dan variatif dengan kebutuhan investor. "Jangan melulu tax holiday, padahal pemerintah sendiri megap-megap butuh pajak untuk APBN," katanya. Masalah infrastruktur juga harus disiapkan sebaik mungkin agar investor mau mengembalikan dividennya ke Indonesia. (Baca juga: Rupiah Diprediksi Masih Melemah Hingga Kuartal III).

4.Kondisi Ekonomi Global
Disebutkan Lana, saat ini di luar negeri permintaan dolar AS memang sedang tinggi lantaran musim liburan. Tidak hanya rupiah, beberapa mata uang asing di Asia juga melemah terhadap dolar AS. Namun dampak paling besar dialami rupiah. "Ini membuktikan bahwa memang ada masalah di dalam negeri yang harus dibereskan," kata Lana.

Solusinya, menurut Lana, adalah membereskan situasi dalam negeri terlebih dahulu agar rupiah kembali stabil. Setidaknya kembali ke level 11.800 per dolar AS. "Yang paling penting adalah keberanian untuk mengambil langkah yang tajam dan pasti oleh pihak terkait," ucapnya.


INDRI MAULIDAR | PERSIANA GALIH | FAIZ NASHRILLAH | AYU PRIMA SANDI





Berita utama
Ke Rumah Amien Rais, Petugas Bawaslu Diusir
Wawancara Tempo dengan Jurnalis Allan Nairn

RMS Dukung Jokowi Jadi Presiden








Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

3 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

4 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

11 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

3 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

3 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

4 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

4 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

4 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

4 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya