Impor Ponsel Picu Defisit Neraca Perdagangan  

Reporter

Senin, 2 Juni 2014 19:06 WIB

TEMPO/ Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mencatat defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,96 miliar pada April 2014. Memburuknya neraca perdagangan disebabkan tingginya impor nonmigas dan belum membaiknya harga komoditas nasional sehingga ekspor nonmigas belum bisa terdongkrak.

Kepala BPS Suryamin mengatakan volume neraca perdagangan surplus sebesar 31,8 juta ton. Namun surplus volume belum menjamin terjadinya surplus nilai. "Sebagian besar komoditas harganya turun. Sehingga, walaupun volume besar, nilai ekspornya kecil," katanya saat konferensi pers, Senin, 2 Juni 2014.

Total barang yang diimpor pada April mencapai US$ 16,26 miliar, naik 11,93 persen ketimbang Maret 2014. Adapun impor migas turun 7,55 persen, tapi impor nonmigas meningkat tajam 19,32 persen. "Tingginya impor nonmigas diduga untuk memenuhi kebutuhan jelang puasa dan Lebaran serta tahun ajaran baru," ujarnya.

BPS juga mencatat kecenderungan peningkatan impor elektronik seperti alat komunikasi. "Impor telepon seluler, laptop, dan barang sejenisnya melonjak," katanya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai lonjakan impor ponsel sebagai tanggapan atas rencana pemerintah menerapkan pajak barang mewah.

Impor ponsel mencapai US$ 332,16 juta pada April lalu atau naik 58,9 persen dari realisasi Maret 2014 sebesar US$ 209,04 juta. Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga April 2014, impor ponsel mencapai US$ 1,06 miliar, naik 45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 731,9 juta.

Impor komputer jinjing dan notebook pada April lalu mencapai US$ 82,59 juta atau naik 0,59 persen dari bulan sebelumnya sebesar US$ 82,1 juta. Sedangkan pada Januari hingga April 2014, impornya turun 28,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 288,3 juta.

Pemerintah berkali-kali akan memberlakukan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) terhadap produk ponsel impor. Tujuannya untuk menekan derasnya impor. Sasmito mengatakan tingginya impor produk kebutuhan Lebaran juga menjadi salah satu faktor pendukung defisit neraca perdagangan April. Contohnya, impor sapi indukan, bakalan, dan daging sapi.

"Angkanya naik tajam," ujarnya.

Sasmito memprediksi neraca perdagangan ke depan bakal masih terus mencatatkan kinerja negatif. Alasannya, ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang kerap jadi penopang justru turun menjadi US$ 1,1 miliar pada April dari US$ 2,03 miliar pada Maret lalu.

Adapun kinerja ekspor produk lain masih terpuruk. "Pasar luar negeri juga masih ngos-ngosan. Pada Mei, Juni, Juli diperkirakan masih negatif," katanya. Defisit neraca perdagangan diprediksi berimbas melemahnya indeks harga saham gabungan.

AYU PRIMA SANDI

Berita utama
SBY: 2004, TNI-Polri Tak Netral
Disebut 'Kapal Karam', SBY: Saya Panglima Tertinggi
Hashim Pernah Keluhkan PKS di Forum Usindo

Berita terkait

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

3 hari lalu

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

Nilai transaksi potensial paviliun Indonesia di Cafex Expo 2024, Mesir, capai Rp 253 milir. Didominasi oleh produk biji kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

5 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

5 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

5 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

5 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

5 hari lalu

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

5 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

5 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

5 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

5 hari lalu

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya