Seorang pekerja saat mengolah nikel di smelter atau peleburan nikel PT Vale Tbk, dekat Sorowako, Sulawesi (8/1). Kebijakan larangan Indonesia terhadap ekspor bijih mineral utama mempengaruhi keefektivitasan untuk berinvestasi di peleburan bahan tambang. REUTERS/Yusuf Ahmad
TEMPO.CO , Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menyatakan saat ini sudah ada sembilan perusahaan yang mengantongi izin eksportir terdaftar untuk produk tambang. Vale Indonesia dan PT Aneka Tambang (Antam) termasuk yang pertama kali mendapat izin ekspor bijih mineral yang telah diolah dan dimurnikan.
Bachrul menyatakan kesembilan perusahaan yang mendapat izin ekspor itu telah memurnikan mineralnya, sehingga volume ekspor tak dibatasi. Sedangkan perusahaan yang sebatas mengolah mineralnya masih harus mengajukan rekomendasi volume barang tambang yang ingin diekspor. "Untuk perusahaan olahan, harus ada rekomendasi yang disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dulu," ujar dia kepada wartawan 21Februari 2014. (Baca juga : Antam Bisa Tetap EksporMineral hingga 2017)
Vale Indonesia mendapat izin lebih dulu karena dinilai telah memurnikan semua bijih nikel di fasilitas pemurnian mereka di Sulawesi Selatan. Vale Indonesia memiliki empat smelter dengan kapasitas lebih dari 70 ribu ton per tahun. Demikian pula Antam, yang telah memiliki fasilitas peleburan di tiga pabrik feronikel mereka.
Selain itu, PT Smelting yang memurnikan tembaga dan PT Indoferro yang memurnikan nikel sudah terdaftar. Perusahaan tambang lainnya yang sudah mendapat izin adalah PT Anugerah Nusantara Sejahtera, PT Global multi Tambang, PT J. Resources Bolaang Mongondow, PT Panjang Xin Group Resources, dan PT Nusa Halmahera Mineral. Adapun raksasa pertambangan Freeport-McMoran Copper & Gold Inc dan Newmont Mining Corp tidak masuk daftar penerima izin ekspor. (Lihat juga : Kisruh EksporMineral, Asosiasi Ajukan Uji Materi)
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Richard C. Adkerson menyatakan perusahaannya sama sekali belum memiliki kontrak ekspor untuk tahun ini. Adapun pengiriman yang dilakukan pada bulan lalu merupakan sisa kontrak tahun lalu.
Menurut Richard, pengiriman juga masih dilakukan untuk memasok konsenterat tembaga ke PT Smelting. Freeport memasok 40 persen konsentrat tembaga dari total angka produksi mereka untuk PT Smelting. (Berita lain : Komitmen Freeport Bangun Smelter Terus Ditagih)
Adapun PT Newmont Nusa Tenggara mengaku belum memperoleh rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi karena belum memperoleh persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). “Kami menyiapkan rencana darurat dengan mengurangi produksi dan mungkin merumahkan pekerja,” kata Trent Temple, General Manager Operasi Batu Hijau di Mataram, Nusa Tenggara Barat.