TEMPO.CO, Jakarta - Romli Atmasasmita, Direktur Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, mengatakan kunci kasus impor beras Vietnam berada di tangan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Ia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan siapa pemberi rekomendasi dan siapa yang bertanggung jawab.
Ia mengatakan siapa pun pelanggar undang-undang harus mendapatkan sanksi administratif. "Pasti pertama administratif. Itu satu dulu, artinya ada pelanggaran undang-undang atau peraturan oleh pejabat, pertama harus mendapat sanksi administratif," kata Romli Atmasasmita, ketika ditemui usai membuka Diskusi Ketahanan Pangan di Hotel Sahid, Jakarta, akhir pekan lalu. (Baca juga: BPK Masih Audit Impor Beras Vietnam)
Ia mengatakan dari penyidikan harus dilihat apakah pelanggaran aturan ini menimbulkan kerugian negara atau tidak. Ia mengatakan dari sisi Bea Cukai saja dimungkinkan adanya kerugian negara berupa penerimaan pajak. "Paling enggak pajak, tidak pernah dilampirkan," kata dia.
Romli menilai dalam kasus tersebut pasti ada unsur kelalaian yang menimbulkan kerugian negara. Ditambah menurut undang-undang baik keuangan, perbendaharaan dan pemeriksaan, untuk hal seperti ini baik disengaja atau melawan hukum harus mendapatkan sanksi administratif. (Lihat juga: Bea-Cukai Tahan 800 Ton Beras Vietnam)
Jika dalam pemeriksaan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan, kata Romli, kemudian ditemukan adanya unsur pidana, baik penggelapan, pemalsuan dokumen maupun unsur korupsi, maka BPK wajib melaporkan temuan tersebut kepada pihak terkait, baik Kepolisian ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia mengatakan jika ditemukan tindak pidana korupsi, maka BPK harus segera melaporkan temuan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun jika ditemukan adanya tindak pidana pemalsuan dokumen, maka pelaporan harus dilakukan ke Kepolisian. “Pelaku impor juga perlu mendapatkan sanksi administrasi, baik itu pencabutan izin impor ataupun memasukan importir tersebut dalam daftar hitam,” kata Romli. (Berita terkait : KPK: Tata Niaga Beras Memang Bermasalah)
Ia mengatakan sanksi keras perlu diberikan baik kepada perorangan pelaku (pejabat) maupun kepada koorporasi pelaku kecurangan. "Harusnya satu paket itu. Kalau cuma orang atau pejabatnya, sedangkan koorporasinya tetap, ya sama saja, akan berulang kembali. Harus ada efek jera," kata dia.
MAYA NAWANGWULAN
Terpopuler :
Mendukung IMF, Thee Kian Wie "Melawan" Soeharto
Butuh Rp 5 Triliun untuk Tutup Merpati
Mantan Menteri Kehutanan, Hasjrul Harahap, Wafat
Citilink Gunakan Tarif Batas Atas