TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah seharusnya meminta moratorium atau penundaan utang luar negeri selama 15 tahun. "Kalau hanya dua sampai tiga tahun tidak berpengaruh banyak terhadap keringanan pembayaran utang luar negeri Indonesia," ujar Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia (BI) Kusuma Ningtuti di Gedung Bapenas Jakarta, Kamis (13/1). Menurut Tuti, upaya meringankan beban pembayaran utang luar negeri Indonesia tidak akan berpengaruh apabila hanya diberikan penundaan atau moratorium selama dua sampai tiga tahun. "Ini karena pembayaran cicilanya akan diakumulasikan pada tahun yang akan datang. Jadi bisa memberatkan anggaran setelah habis masa moratorium," ujarnya. Ia sendiri berpendapat, jangka waktu yang tepat untuk moratorium adalah 15 tahun dengan diiringi upaya diplomasi mengurangi utang. "Harus diusahakan adanya penghapusan atau pengurangan dari kewajiban membayar cicilan utang luar negeri," katanya.Dalam hal ini Tuti mengusulkan agar Indonesia gencar melakukan negosiasi dengan Jepang sebagai negara kreditor terbesar, termasuk juga untuk proyek di Aceh. "Per-November 2004, utang luar negeri pemerintah ke Jepang mencapai US$ 28,4 miliar atau 35,5 persen dari total utang luar negeri pemerintah," ujarnya. "Pemerintah perlu mengajukan penghapusan atau pembatalan proyek-proyek yang di Aceh karena sifatnya yang force majeur atau keadaan yang sifatnyan terpaksa yang menimbulkan tekanan fiskal terhadap anggaran untuk merekontruksi pembangunan di Aceh," urai Tuti.Amal Ihsan