TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengklaim posisi utang pemerintah hingga saat ini masih aman. Menurut dia, rasio utang pemerintah masih 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto dengan defisit anggaran sekitar 2 persen.
"Kami memanage kondisi fiskal sehingga utang tidak memberatkan. Jadi tidak usah ada kekhawatiran yang berlebihan. Kami akan tetap menjaga utang dengan pengelolaan anggaran yang baik," kata Bambang di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat, 24 Januari 2014.
Dari sisi outstanding, utang pemerintah naik dari Rp 1.590,66 triliun pada akhir 2009, menjadi Rp 2.371,39 triliun pada akhir 2013. Kementerian Keuangan menyatakan kenaikan outstanding utang ini disebabkan oleh realisasi kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara maupun sebagai dampak melemahnya nilai tukar rupiah karena sebagian utang pemerintah dalam mata uang asing.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB di akhir 2013 tercatat sekitar 26 persen (dengan outlook PDB 2013 sebesar Rp 9.112,4 triliun). Angka rasio utang itu turun dibanding akhir 2009 yang mencapai 28,3 persen. Rasio utang 26 persen tersebut dinilai masih dalam batas wajar dan tidak melanggar Undang-Undang Keuangan Negara atau standar Maastricht Treaty sebesar 60 persen.
Rasio utang tersebut juga diklaim jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Jepang 243 persen, Amerika Serikat 106 persen, Thailand 47 persen, Malaysia 57 persen, dan Filipina sekitar 41 persen.
Selain itu, outstanding utang pemerintah juga harus dibagi dengan jumlah penduduk (utang per kapita) yang pada 2013 diperkirakan Rp8,6 juta (outlook), lebih tinggi dari posisi 2009 sebesar Rp 6,8 juta. Dengan menggunakan kurs akhir tahun, utang perkapita Indonesia pada 2013 tersebut tercatat ekuivalen dengan US$707,5.