Korban gebrak Pistol, Priyatna masih bertugas pasca terlibat cekcok dengan jaksa Marcos Panjaitan di SPBU kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (4/9). Aksi Jaksa Marcos Panjaitan dipicu oleh istrinya yang terlibat cekcok mulut dengan petugas SPBU saat mengisi bahan bakar. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, mengatakan masyarakat Indonesia masih boros dalam menggunakan energi. Energi yang digunakan masyarakat Indonesia, kata Rida, masih didominasi energi fosil yang tidak terbarukan berupa minyak, gas bumi, dan batu bara. "Padahal pasokannya terus berkurang dan harganya semakin mahal," kata dia dalam Seminar Nasional Konservasi Energi, Selasa, 3 Desember 2013.
Untuk menekan tersedotnya devisa gara-gara impor energi, Rida mengatakan, pemerintah telah melakukan konversi bahan bakar dari minyak tanah ke gas. Selain itu, konversi dijalankan melalui pencampuran bahan bakar nabati. Saat ini, 16,5 juta kiloliter solar bersubsidi sudah dicampur dengan bahan bakar nabati sebanyak 10 persen. "Untuk mengurangi impor solar sekaligus memanfaatkan minyak sawit produksi dalam negeri," ucapnya.
Menurut Rida, demi mendukung penghematan energi, pemerintah sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Dalam beleid tersebut, ada dua rencana penghematan, yakni diversifikasi dan konservasi energi. Untuk konservasi energi, kata Rida, Indonesia sudah banyak belajar dari negara lain, namun kemajuannya lamban karena kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah, industri, dan konsumen pengguna energi.