FITRA: WTO Rampas Kedaulatan Anggaran Indonesia  

Reporter

Editor

Zed abidien

Minggu, 24 November 2013 15:24 WIB

Pekerja membongkar muatan kedelai impor di Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/1). Kebutuhan kedelai nasional sekitar 2,2 juta ton per tahun. Produksi lokal sekitar 600 ribu ton., sisanya diimpor dari Amerika dan Argentina. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yeni Sucipto mengecam penggunaan uang negara dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri WTO di Bali bulan depan. Apalagi, dia berpendapat, uang itu digunakan untuk membiayai sebuah perundingan yang justru akan merugikan rakyat. "WTO merampas kedaulatan anggaran kita," ujarnya dalam konferensi pers, Ahad, 24 November 2013.

Yeni menyatakan dirinya belum mendapat data rinci anggaran yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan untuk membiayai pertemuan tersebut. Namun, sebagai pembanding, pertemuan 21 petinggi negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi APEC Oktber lalu menghabiskan anggaran tak kurang dari Rp 352,88 miliar. "Untuk WTO yang mengundang 159 menteri saya kira tak akan kurang dari itu," ujarnya.

Tak hanya menyoal anggaran pertemuan, Yeni juga menyatakan bahwa Paket Bali, yang bertujuan menyelesaikan sebagian isu kunci dalam Putaran Doha, masing-masing: Trade Facilitation, LDCs package, dan Agriculture tak akan memberikan keuntungan bagi negara-negara berkembang.

Menurut Yeni, melalui ketiganya, arus barang dan jasa dari negara maju akan lebih mudah masuk ke negara berkembang dan kurang berkembang, termasuk ke Indonesia. Bahkan, negara berkembang terancam kehilangan kesempatan meningkatkan produksi pangan domestiknya bila negara maju menolak proposal pemberian subsidi pertanian dan cadangan pangan yang diusulkan oleh G33 yang disponsori India.

Yeni mencatat berbagai subsidi spesifik rakyat miskin (subsidi pangan, pupuk, benih, minyak goreng, dan kedelai) cenderung mengalami penurunan. Seperti yang terlihat pada penurunan alokasi subsidi non-energi dari 4,67 persen (Rp 57,4 triliun) pada tahun 2011 menjadi 2,84 persen (Rp 40,3 triliun) pada tahun 2012.

Bahkan, saat pemerintah mencabut subsidi BBM 2008, yang seharusnya dikompensasi dengan naiknya subsidi non-energi, justru alokasinya ikut mengalami penurunan dari 5,3 persen menjadi 4,64 persen. Satu-satunya kenaikan subsidi non-energi hanya terjadi di tahun 2010 sebesar 5,5 persen, setelah itu terus turun. "Bahkan, subsidi minyak goreng dan kedelai telah dihapus sejak tahun 2008 lalu," kata Yeni.

Kebijakan pemerintah ini, kata Yeni, sangat berkorelasi dengan agenda WTO yang melakukan penghapusan terhadap subsidi domestik. Pemerintah telah nyata-nyata melakukan beberapa pengurangan subsidi, bahkan menghapus beberapa subsidi untuk rakyat sejak tahun 2008. "Hal ini mengakibatkan impor bahan baku seperti kedelai, beras dan lainnya semakin merajalela hingga menyebabkan rapuhnya perekonomian nasional kita," kata Yeni.

Berbeda dengan Indonesia, negara-negara maju justru terus memperbesar subsidi di sektor pertaniannya. Sebagai ilustrasi, di 2010 saja, subsidi pertanian di Amerika Serikat mencapai US$ 130 miliar. Begitu pun di Uni Eropa, yang memberikan subsidi mencapai US$ 106 miliar di 2009.

Oleh karena itu, Yeni mengecam keputusan buruk pemerintahan Susilo Bambang Yudhono yang bersedia menjadi tuan rumah dan berkomitmen melanjutkan negosiasi perdagangan bebas multilateral dalam kerangka WTO di Bali nanti. Keputusan-keputusan buruk yang akan dihasilkan akan memberikan dampak negatif bagi rakyat Indonesia dan menjadi beban bagi pemerintahan pasca-Pemilu 2014. "Lebih daripada itu, pertemuan WTO di Bali jelas merupakan ancaman bagi keberlanjutan kehidupan petani, nelayan, dan menambah angka kemiskinan," katanya.

Selain itu, Yeni juga mendesak pemerintah untuk menghentikan praktek pengurangan subsidi-subsidi rakyat. Pemerintah, menurut dia, harus lebih berpihak pada pembangunan sektor pertanian, kelautan dan perikanan, serta pengembangan industri nasional.

PINGIT ARIA

Berita terkait

Indonesia Akan Gugat Uni Eropa ke WTO, Soal Apa?

13 November 2019

Indonesia Akan Gugat Uni Eropa ke WTO, Soal Apa?

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memastikan Indonesia bakal menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Baca Selengkapnya

Banding RI Atas Putusan WTO Diajukan Januari

27 Desember 2016

Banding RI Atas Putusan WTO Diajukan Januari

Ada beberapa peraturan yang disengketakan Amerika Serikat dan Selandia Baru sudah diamendemen selama proses sengketa berlangsung.

Baca Selengkapnya

Paket Bali Beri Kelonggaran Subsidi Pertanian  

8 Desember 2013

Paket Bali Beri Kelonggaran Subsidi Pertanian  

Selama jangka waktu tertentu, negara-negara berkembang dapat memberikan subsidi pertanian di atas ketentuan 10 persen.

Baca Selengkapnya

Pengamat: WTO Rugikan Indonesia  

8 Desember 2013

Pengamat: WTO Rugikan Indonesia  

Dalam Paket Bali yang disepakati tersebut, jika subisidi pertanian tidak ditingkatkan, maka petani di Indonesia akan banyak yang miskin.

Baca Selengkapnya

WTO : Paket Bali Ciptakan Keuntungan US$ 1 triliun

7 Desember 2013

WTO : Paket Bali Ciptakan Keuntungan US$ 1 triliun

Ini adalah keuntungan dari poin fasilitasi perdagangan.

Baca Selengkapnya

Paket Bali Disepakati, Konferensi WTO Berakhir

7 Desember 2013

Paket Bali Disepakati, Konferensi WTO Berakhir

Pertama kali dalam sejarah, WTO membuahkan kesepakatan.

Baca Selengkapnya

Ada Hiu Dikeroyok Ikan Kecil di Konferensi WTO  

6 Desember 2013

Ada Hiu Dikeroyok Ikan Kecil di Konferensi WTO  

Unjuk rasa terus dilakukan kelompok masyarakat dan LSM mengiringi Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (WTO) yang sedang berlangsung di Nusa Dua, Bali.

Baca Selengkapnya

Tolak WTO, Indonesia Disebut Boneka Amerika

6 Desember 2013

Tolak WTO, Indonesia Disebut Boneka Amerika

Mereka juga mengecam sikap Indonesia yang seolah menjadi boneka dan kaki tangan Amerika yang disebut imperialis.

Baca Selengkapnya

Tolak WTO, LSM Indonesia Dukung Perjuangan India  

6 Desember 2013

Tolak WTO, LSM Indonesia Dukung Perjuangan India  

"Ini bicara soal kedaulatan."

Baca Selengkapnya

Hari Terakhir, Konferensi WTO Masih Alot

6 Desember 2013

Hari Terakhir, Konferensi WTO Masih Alot

India dan Amerika Serikat masih tidak sepaham mengenai subsidi dan mekanisme kuota ekspor produk pertanian.

Baca Selengkapnya