TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana membangun industri bahan bakar nabati di Indonesia timur. Menurut Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, hal ini dilakukan karena selama ini pemanfaatan biodiesel di wilayah tersebut masih rendah.
"Produksi dan distribusi biodiesel pun terkonsentrasi di bagian barat," kata dia dalam rapat koordinasi implementasi mandatori bahan bakar nabati, Rabu, 13 November 2013.
Menurut Dadan, saat ini tengah berlangsung pembangunan pabrik biodiesel di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Selain fasilitas produksi, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan turut berperan menyediakan bahan baku dalam bentuk perkebunan energi. "Selain itu, masih perlu infrastruktur distribusi dan transportasi," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, mengatakan kapasitas terpasang pada industri pengolahan biodiesel mencapai 5,6 juta kiloliter per tahun. Sementara kapasitas terpasang untuk bioetanol sebesar 416 ribu kiloliter per tahun.
Namun realisasi produksinya masih belum optimal. Paulus mencontohkan, pada 2012, realisasi produksi biodiesel hanya mencapai 2,2 juta kiloliter atau 39,2 persen dari kapasitas. Hingga Oktober 2013, produksi biodiesel baru sebesar 1,6 juta kilo liter.
Menurut Paulus, rendahnya produksi biodiesel disebabkan perilaku produsen yang hanya mempertimbangkan harga patokan. Selain itu, kegiatan produksi juga belum menyebar dengan merata. "Produksi bahan bakar nabati selama ini hanya di Sumatera dan Jawa."
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
6 Februari 2023
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menginginkan skema power wheeling tetap dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Enerbi Baru dan Terbarukan atau RUU EBT.