TEMPO Interaktif,
Jakarta:Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan tiga strategi ekonomi kepada kalangan dunia perbankan. Strategi ini bertujuan untuk menghidupkan kembali infrastruktur bagi penciptaan lapangan kerja. "Tidak tepat kalau saya memberikan arahan. (Saya) ingin menyampaikan harapan dan ajakan untuk menyerasikan langkah kita ke depan," kata Presiden dalam pidato tanpa teksnya, di depan Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdullah, sejumlah Deputi Gubernur BI, dan pimpinan seluruh bank di Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Jum'at (4/11).Menurut Presiden, dunia perbankan merupakan komponen dan sub-sistem yang sangat menentukan dalam kehidupan nasional. Karena itu, dia minta bantuan berupa kerja sama dan kontribusi dengan dunia perbankan. Setelah melakukan restrukturisasi dunia perbankan, kata Presiden, kini saatnya Indonesia memasuki tahapan dan babakan baru. "Jangan ulangi kesalahan-kesalahan yang lalu, apakah kebijakan, manajemen, dan gaya yang tidak tepat." Dunia perbankan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Yang utama, adalah menghidupkan kembali sektor infrastuktur, yang selama enam tahun terakhir terbengkalai. Tujuannya, untuk menggerakkan kembali sektor riil dan daya saing bagi masuknya investasi ke Indonesia. Dengan demikian, kata Presiden, dampaknya dapat meningkatkan daya beli dan pendapatan per kapita. "Kita ingin kembali sebelum krisis, US$ 1.500 per orang per tahun. Sekarang baru sekitar US$ 900 dolar per tahun," kata dia. Dari berbagai sasaran dan tujuan tersebut, Presiden memiliki tiga strategi. Strategi ini disarikan dari masukan berbagai pihak, yaitu Gubernur BI, KADIN, Menko Perekonomian, tim ekonomi di kabinet, dan pengamat ekonomi. "Saya tata dalam suatu kerangka, yang saya sebut triple strategy," kata dia.Pertama, pencapaian pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam jangka lima tahun adalah sebesar 6,5 persen. "Kita tahu cukup ambisisus, tapi perlu kita capai," katanya. Tapi pertumbuhan itu tidak lagi ditopang oleh peningkatan konsumsi, yang tidak stabil, melainkan oleh investasi dan ekspor. Kedua, mentransfer stabilitas makro ekonomi untuk menggerakkan sektor riil dan dunia usaha. "Termasuk di sini, kebangkitan kembali sektor mikro usaha kecil dan menengah, yang merupakan mesin dari pergerakan kembali dunia usaha dan sektor riil," katanya.Ketiga, pemenuhan hak dasar rakyat, yaitu pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk itu, kata Presiden, perlu mengembangkan revitalisasi pertanian dan ekonomi pedesaan, sehingga bisa mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Tiga strategi ini harus mengacu kepada kebijakan dan aturan yang dibuat. Menurut Presiden, tidak boleh ada lagi aktivitas ekonomi yang tanpa kontrol dan kebijakan yang tidak tepat. Karena itu, diperlukan langkah bersama, sinergi dan koordinasi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal. "Saya mengundang Gubernur BI untuk berdiskusi secara berkala agar ada keserasian antara kebijakan fiskal dan moneter," kata dia.Presiden mengimbau agar perbankan tidak terlalu ambisius dalam memberikan berbagai situmulus bagi percepatan pertumbuhan. Karena, hal ini dikahwatirkan dapat kembali memukul kondisi ekonomi nasional. Tapi Presiden juga mengharapkan agar perbankan mendayagunakan secara maksimal segala kemampuan yang dimilikinya. Tujuannya, untuk membiayai kegiatan ekonomi, terutama untuk sektor-sektor produktif. "Apakah perbankan harus lebih pro aktif, untuk mempercepat proses pembiayaan ekonomi," katanya. Menanggapi permintaan Presiden, Gubernur BI menyatakan, bank sentral memang harus menciptakan suatu langkah yang memberikan akses lebih besar kepada sektor riil. "Kita tidak bisa bertahan terus seperti ini," katanya. Hal yang perlu dipikirkan adalah, bagaimana membiayai infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, dan listrik. Menurut Burhanudin, berbagai indikator menunjukkan kondisi perbankan nasional cenderung stabil dan sehat. Rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 21 persen, jauh di atas batas ketentuan minimum sebesar 8 persen. Sedangkan pinjaman bermasalah sebesar 7-8 persen. Dari sisi pelaksanaan fungsi intermediasi hingga akhir bulan Angustus lalu, pertumbuhan kredit perbankan sangat signifikan, yaitu mencapai Rp 101 triliun atau tumbuh 25,4 persen. Di sisi lain, terjadi peningkatan kredit yang tak terpakai sebesar Rp 134 triliun dari total persetujuan kredit sebesar Rp 507,6 triliun. "Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas daya serap sektor riil masih relatif terbatas dibandingkan tersedianya dana perbankan," kata Burhanudin. Untuk mengatasi hal tersebut, Gubernur BI, bersama Wakil Presiden, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, tengah menyusun desain dan rancangan mekanisme perekonomian. "Memang belum sampai pada kesimpulan," kata Burhanudin. Selain membiayai pembangunan infrastuktur, kata dia, langkah lainnya adalah perbaikan di dalam berbagai aturan, atau deregulasi. "Ada pengurangan hambatan-hambatan, baik dari segi perizinan," katanya. Selain itu, menciptakan beberapa skema rancangan ekonomi. "Ketiga strategi yang dikemukan Presiden tadi, harus ditopang oleh hal-hal yang bersifat teknis," katanya. yura syahrul