TEMPO.CO, Jakarta- Sempat surplus US$ 304,9 juta pada Maret 2013, neraca perdagangan Indonesia pada April kembali tergelincir menjadi defisit. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, sebesar US$ 1,62 miliar.
Dibandingkan defisit pada Oktober 2012 yang mencapai US$ 1,88 miliar, maka defisit yang terjadi April kemarin adalah yang terbesar kedua, sepanjang sejarah perdagangan Indonesia. "Impor migas masih membebani. Sementara komoditas ekspor unggulan kita turun harga," kata Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin seperti dikutip dari siaran pers, Senin, 3 Juni 2013.
Suryamin menyebut, nilai ekspor Indonesia pada April US$ 14,7 miliar, turun 2,18 persen dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan impor pada April mencapai US$ 16,31 miliar atau melonjak 9,59 persen dibanding Maret.
Secara kumulatif, ekspor pada kuartal pertama tahun ini US$ 60,11 miliar dan impornya US$ 61,96 miliar. Alhasil, sepanjang empat bulan pertama tahun ini neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 1,87 miliar.
BPS mencatat, harga komoditas ekspor unggulan seperti minyak sawit mentah (CPO) dan karet turun rata-rata 17 persen pada April. Namun kinerja ekspor non migas masih membukukan angka US$ 12,31 miliar, meningkat 1,74 persen dibanding Maret. Sementara, pada periode yang sama ekspor migas turun 18,37 persen menjadi US$ 2,39 miliar.
Impor non migas April mencapai US$ 12,71 miliar atau naik 15,75 persen dibanding Maret. Sedangkan impor migas US$ 3,60 miliar atau turun 0,30 persen dibanding Maret.
Yang perlu dicermati, perdagangan non migas dengan 13 mitra dagang utama seperti Cina, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, Taiwan, Jerman, Perancis, Inggris, Singapura, Malaysia dan Thailand selama Januari - April 2013 mengalami defisit US$ 1,76 miliar. Sementara dengan negara lain justru surplus US$ 4,48 miliar. "Ini menunjukkan kalau perdagangan kita dengan negara-negara non tradisional harus terus didorong," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.
PINGIT ARIA