TEMPO Interaktif, Jakarta: Dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (22/9), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyampaikan laporan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia terhadap hasil pemeriksaan semester satu Tahun Anggaran 2004 yang berindikasi hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana dan kolusi. Billy Joedono, Ketua BPK menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan daerah, ditemukan dua daerah dengan laporan keuangan yang berindikasikan hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana korupsi dan kolusi. Dua daerah itu adalah Daerah Propinsi Gorontalo untuk TA 2002 dan TA 2003 yang memuat temuan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan TA 2003 sebesar Rp. 5,61 miliar dan Kabupaten Deli Serdang yang memuat 13 temuan sebesar Rp. 36,30 miliar pada pelaksanaan APBD TA 2002 dan TA 2003. "Kedua laporan sudah kami serahkan ke Jaksa Agung untuk ditindak lanjuti," kata Billy.Menurut Billy, dalam melaksanakan fungsi yudisial BPK sudah memantau berbagai kasus kerugian yang terjadi sampai dengan Semester I TA 2004. Kasus kerugian dalam pelaksanaan APBN terdapat sebanyak 2.448 kasus dengan nilai sebesar Rp. 1.641.040,58 juta. Sementara itu, kasus pelaksanaan APBD dan keuangan BUMD terdapat sebanyak 2.673 kasus dengan nilai sebesar Rp. 333.201,78 juta, dan dalam pelaksanaan keuangan BUMN terdapat sebanyak 1.827 kasus dengan nilai sebesar Rp. 191.332,54 juta.Sampai dengan Semester I TA 2004, tingkat penyelesaian kerugian negara APBN relatif rendah. Dari kasus kerugian pelaksanaan APBN saja, hanya diselesaikan sebanyak 1.135 kasus atau 46,36 persen, dengan nilai sebesar Rp. 173.184,07 juta. Untuk kasus pelaksanaan APBD dan keuangan BUMD hanya diselesaikan sebanyak 61 kasus dengan nilai Rp. 4.882,08 juta. Untuk kasus BUMN, kasus yang diselesaikan sebanyak 1.019 kasus atau sebesar Rp. 23. 257,92 juta. Sementara itu, kerugian negara dalam beberapa valuta asing, belum ada perkembangan penyelesaiannya.Billy menjelaskan bahwa angka-angka yang diperoleh BPK tersebut belum sepenuhnya menggambarkan jumlah dan nilai kerugian yang sebenarnya terjadi. "Karena instansi yang mengalami kerugian negara, tidak selalu menyampaikan laporan ke instansi induk dan BPK," kata Billy. Erwin Dariyanto - Tempo