TEMPO.CO, Jakarta - Harga daging sapi di sejumlah titik pengecar Jakarta Utara masih bertahan di angka Rp 90-95 ribu per kilogram. "Bertahan sudah lama sejak Hari Raya Idul Fitri lalu," kata Hamedi, 53 tahun, pedagang daging sapi di Pasar Sindang, Koja, Jakarta Utara, Senin, 11 Februari 2013.
Meroketnya harga jual daging disebabkan seretnya pasokan daging ke pasar, yang berdampak naiknya harga beli pembelian pedagang. Menurut dia, kondisi ini cukup memprihatinkan. Sebab, katanya, setiap kali harga beli dari pemasok naik, berpengaruh besar terhadap harga jual bagi konsumen. "Mana ada warga yang mau beli daging dengan harga tinggi seperti ini?" ujarnya.
Bisnis daging impor di Indonesia dikendalikan oleh segelintir pengusaha sehingga membentuk sistem kartel. Selain itu, menurut Hamedi, terbongkarnya kasus dugaan suap daging yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Lutfhi Hasan Ishaaq membuat harga daging sulit turun di pasar. "Infonya ada permainan (pasokan daging) karena kasus penangkapan itu. Mudah-mudahan saja segera terungkap (para pelaku kartelnya) dan harga kembali turun," kata dia.
Pernyataan itu disetujui Ahmad Hudori, 40 tahun, yang juga pedagang daging sapi. Menurut Hudori, langkanya pasokan daging disebabkan dihentikannya pasokan impor sapi hidup dari luar negeri, sementara pasokan dalam negeri belum mampu memenuhi. "Saya kira itu. Sebab sapi di dalam negeri juga sudah sulit diperoleh," ujarnya.
Dia berharap pemerintah segera menggelar operasi pasar sama agar harga kembali normal dan terjangkau pedagang dan konsumen. "Idealnya kembali di kisaran harga Rp 50-75 ribu per kilo," kata dia.
Ahmad menambahkan, saat ini rata-rata harga jual daging berkisar di angka Rp 90-95 ribu per kilogram naik dari sebelumnya Rp 80 ribu. Tetelan dan tulang Rp 50 ribu dari sebelumnya Rp 40-45 ribu. "Harga daging kita paling mahal di dunia, di luar negeri paling mahal US$ 5 dolar," ujarnya.