TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng memperkirakan over quota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan kembali terjadi pada 2013 mendatang. "Selama disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi masih tinggi, maka selama itu pula over quota BBM akan terjadi," kata Andy saat ditemui usai acara Tata Kelola Industri Hilir Minyak an Gas Bumi di Masa Depan di Hotel Grand Kemang, Rabu, 19 Desember 2012.
Ia menjelaskan, sangat sulit mencegah over quota selama disparitas harga antara BBM bersubsidi dan BBM non subsidi masih tinggi. Terlebih lagi, disparitas harga tersebut mencapai lebih dari 50 persen, yaitu dengan harga BBM bersubsidi Rp 4.500 sedangkan harga BBM non subsidi lebih dari Rp 9.000.
Perbedaan harga yang jauh berbeda itu, menyebabkan masyarakat enggan beralih mengkonsumsi BBM non subsidi. Disparitas harga, lanjutnya, juga menyebabkan beberapa pebisnis memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keuntungan dari perbedaan harga dengan menyelewengkannya.
"Terlebih lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6,5 persen dengan pertumbuhan penjualan kendaraan motor pribadi berkisar 8-10 persen," kata Andy. Kedua hal tersebut ikut menggerek konsumsi BBM non subsidi pada masyarakat, karena makin banyak kelas menengah yang mampu membeli mobil dan mengkonsumsi BBM bersubsidi.
Sayangnya, lanjut dia, pemerintah telah menutup peluang kenaikan harga BBM non subsidi untuk mengurangi disparitas harga. Sehingga yang dapat dilakukan BPH Migas saat ini hanya memastikan bahwa BBM bersubsidi tepat sasaran dan tepat volume kepada masyarakat tidak mampu.
"Kami juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol dan mengawasi penggunaan BBM bersubsidi demi meminimalisir over quota," kata Andy. Salah satunya, kata dia, dengan membuat sistem pengendalian dan pengawasan BBM yang terintegritas dan menyeluruh. Dengan sistem ini, kata dia, BPH Migas diharapkan dapat memastikan tidak ada penyelewengan BBM bersubsidi yang selama ini kerap terjadi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo awal pekan lalu juga mengkhawatirkan hal yang sama. Agus mengatakan, ada kemungkinan konsumsi BBM tahun depan bakal melampaui 46 juta kilo liter atau sesuai asumsi konsumsi BBM 2013, sehingga belanja negara bisa membengkak hingga Rp 70 triliun.
RAFIKA AULIA
Berita terkait
Pertamina: Kenaikan Harga BBM Jangan Dikaitkan dengan Aplikasi MyPertamina
4 September 2022
Kenaikan harga BBM tak menyurutkan rencana perseroan membatasi penyaluran Pertalite dan Solar agar tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaPuasa, Pertamina Tambah Stok BBM di Kalimantan
11 Mei 2017
Pertamina Balikpapan akan menambah kuota BBM selama puasa sebesar 7 persen.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Impor BBM Ditekan
5 Januari 2017
Presiden Joko Widodo mengingatkan separuh dari kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari impor.
Baca SelengkapnyaPertamina dan AKR Jadi Penyalur BBM Tertentu 2017
25 November 2016
Pemerintah menunjuk badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan penugasan 2017.
Baca SelengkapnyaPremium Belum Jadi Dihapus, Ini Sebabnya
30 September 2016
Pemerintah belum bisa mewujudkan rencana penghapusan bahan bakar minyak jenis Premium kendati masyarakat mulai beralih dari Premium.
Baca SelengkapnyaLibur Panjang, Konsumsi BBM Pertamina Naik 10 Persen
6 Mei 2016
Pertamina memproyeksikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi mengalami kenaikan sekitar 10 persen saat libur panjang.
Baca SelengkapnyaKementerian ESDM: Premium di Jakarta Bisa Dihapus
3 Februari 2016
Pemerintah akan melihat aspek untung-rugi menghapus Premium.
Baca SelengkapnyaIni Beda Premium, Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Plus
25 Juni 2015
Pertalite sudah disetujui DPR untuk dipasarkan.
Baca SelengkapnyaAntisipasi Lebaran, Pertamina Tambah Impor Premium
16 Juni 2015
Dalam kondisi normal, konsumsi Premium rata-rata 76.258 kiloliter per hari.
Baca SelengkapnyaPertamina Klaim Pertalite Lebih Ramah Lingkungan
22 April 2015
Emisi karbon Pertalite di bawah Premium.
Baca Selengkapnya